Pabrikkelapa sawit ( PKS ) adalah tempat pengolahan tandan buah sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan kernel (inti) sawit. Sebaiknya letak pabrik ditempat datar untuk kolam-kolam pengendalian air limbah pabrik dan dekat dengan sungai yang deras. d.Letaknya diareal potensi TBS. Penentuan pabrik di areal potensi TBS dapat mengurangi biaya
The performance of anaerobic processes in the bioconversion of palm oil mill effluent into gaseous fuel is very dependent on the concentration of biomass. Effort to increase the concentration of anaerobic biomass can be done by using anaerobic hybrid bioreactor. The bioreactor used had 3 chambers, each divided for an up and down flow pattern and having a working volume of 2,5 m 3. Several series of experiments were conducted with variable hydraulic retention time HRT of 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 and 5 day under room temperature conditions and continuous operation. This study uses two anaerobic hybrid bioreactors equipped with cell immobilization media. Media used in cell immobilization is a medium density form of solid palm oil mills waste, namely empty fruit bunch and palm midrib. The results showed that the anaerobic hybrid bioreactor system was capable of converting single-phase oil palm mill effluent with a good performance, and high organic loading rate of COD removal efficiency of 84% for the bioreactor with palm midrib media and 88% for the bioreactor with empty fruit bunch media within bioconversion of one day and the stability of the bioreactor is relatively high so as to convert liquid waste into fuel gas. 1 Pendahuluan Pemerintah Indonesia telah mencanangkan bahwa produksi minyak sawit kasar CPO pada tahun 2010 dicapai sebesar 12,29 juta ton. Setiap ton minyak sawit yang diproduksi akan menghasilkan 2,5 m 3 limbah cair sehingga pada tahun tersebut akan terjadi pencemaran limbah cair sebesar 30,7 juta m 3. Pencemaran ini dikategorikan sebagai pencemar lingkungan yang dahsyat karena karakteristik limbah cair tersebut mengandung COD yang sangat tinggi berkisar mg/L dan kandungan BOD 5 yang cukup tinggi berkisar dari mg/L. Sementara itu baku mutu yang diperbolehkan untuk harga COD senilai 350 mg/L dan BOD 5 sebesar 100 mg/L sesuai dengan KEPMEN LH N0. 51 Tahun 1995. Oleh karena itu, limbah cair pabrik kelapa sawit ini perlu dikonversi terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau perairan Ahmad dan Setiadi, 1993. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit secara biologis dapat dilakukan dengan sistem aerob atau sistem anaerob. Penanganan secara aerob mempunyai beberapa kelemahan antara lain membutuhkan biaya untuk aerasi dan penanganan lumpur. Kelemahan ini dapat diatasi oleh sistem anaerob dengan keuntungan antara lain tidak membutuhkan biaya untuk aerasi, lumpur yang dihasilkan sedikit dan menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pemanasan, pembakaran dan lain sebagainya Ahmad dan Wenten, 1999. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit di Indonesia sebagian besar menggunakan kolam anaerob fasa tunggal kemudian dilanjutkan dengan kolam aerob. Sistem ini mampu menyisihkan kandungan BOD hingga 95 %, namun dalam jangka waktu yang lama yakni 55 hari hingga 110 hari sehingga membutuhkan lahan instalasi yang sangat luas. Setiadi dan Arief 1992 berupaya mempersingkat waktu pengolahan dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal menjadi 3 hari dengan efisiensi pengolahan 75 %. Sementara itu, Setiadi dan Faisal 1994 mengembangkan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor berpenyekat anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 85 % dalam waktu pengolahan 2,5 hari. Beberapa rancangan sistem bioreaktor telah dilakukan untuk mengantisipasi agar biomassa dalam sistem tetap tinggi dengan waktu tinggal sel yang lama pada waktu tinggal hidraulik yang singkat. Ahmad dan Setiadi 1993 telah berhasil meningkatkan kinerja proses anaerob dalam mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 83 % dalam waktu 7 hari. Selanjutnya, Ahmad 2001 telah berhasil mempercepat waktu pengolahan menjadi 0,83 hari dengan efisiensi penyisahan COD sebesar 80 % menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob. Ahmad dkk 2002, menggunakan bioreaktor membran mikrofiltrasi berbahan poli eter sulfon untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 26 Biokonversi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Hybrid Anaerob Fasa Tunggal Adrianto Ahmad, Bahrudin, Said Zul Amraini dan David Andrio Lab. Rekayasa Bioproses Jurusan Teknik Kimia-Universitas Riau adri Abstract The performance of anaerobic processes in the bioconversion of palm oil mill effluent into gaseous fuel is very dependent on the concentration of biomass. Effort to increase the concentration of anaerobic biomass can be done by using anaerobic hybrid bioreactor. The bioreactor used had 3 chambers, each divided for an up and down flow pattern and having a working volume of 2,5 m3. Several series of experiments were conducted with variable hydraulic retention time HRT of 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 and 5 day under room temperature conditions and continuous operation. This study uses two anaerobic hybrid bioreactors equipped with cell immobilization media. Media used in cell immobilization is a medium density form of solid palm oil mills waste, namely empty fruit bunch and palm midrib. The results showed that the anaerobic hybrid bioreactor system was capable of converting single-phase oil palm mill effluent with a good performance, and high organic loading rate of COD removal efficiency of 84% for the bioreactor with palm midrib media and 88% for the bioreactor with empty fruit bunch media within bioconversion of one day and the stability of the bioreactor is relatively high so as to convert liquid waste into fuel gas. Keywords HRT, single-phase, the anaerobic hybrid bioreactor, wastewater 1 Pendahuluan Pemerintah Indonesia telah mencanangkan bahwa produksi minyak sawit kasar CPO pada tahun 2010 dicapai sebesar 12,29 juta ton. Setiap ton minyak sawit yang diproduksi akan menghasilkan 2,5 m3 limbah cair sehingga pada tahun tersebut akan terjadi pencemaran limbah cair sebesar 30,7 juta m3. Pencemaran ini dikategorikan sebagai pencemar lingkungan yang dahsyat karena karakteristik limbah cair tersebut mengandung COD yang sangat tinggi berkisar mg/L dan kandungan BOD5 yang cukup tinggi berkisar dari mg/L. Sementara itu baku mutu yang diperbolehkan untuk harga COD senilai 350 mg/L dan BOD5 sebesar 100 mg/L sesuai dengan KEPMEN LH N0. 51 Tahun 1995. Oleh karena itu, limbah cair pabrik kelapa sawit ini perlu dikonversi terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau perairan Ahmad dan Setiadi, 1993. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit secara biologis dapat dilakukan dengan sistem aerob atau sistem anaerob. Penanganan secara aerob mempunyai beberapa kelemahan antara lain membutuhkan biaya untuk aerasi dan penanganan lumpur. Kelemahan ini dapat diatasi oleh sistem anaerob dengan keuntungan antara lain tidak membutuhkan biaya untuk aerasi, lumpur yang dihasilkan sedikit dan menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi untuk pemanasan, pembakaran dan lain sebagainya Ahmad dan Wenten, 1999. Biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit di Indonesia sebagian besar menggunakan kolam anaerob fasa tunggal kemudian dilanjutkan dengan kolam aerob. Sistem ini mampu menyisihkan kandungan BOD hingga 95 %, namun dalam jangka waktu yang lama yakni 55 hari hingga 110 hari sehingga membutuhkan lahan instalasi yang sangat luas. Setiadi dan Arief 1992 berupaya mempersingkat waktu pengolahan dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal menjadi 3 hari dengan efisiensi pengolahan 75 %. Sementara itu, Setiadi dan Faisal 1994 mengembangkan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor berpenyekat anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 85 % dalam waktu pengolahan 2,5 hari. Beberapa rancangan sistem bioreaktor telah dilakukan untuk mengantisipasi agar biomassa dalam sistem tetap tinggi dengan waktu tinggal sel yang lama pada waktu tinggal hidraulik yang singkat. Ahmad dan Setiadi 1993 telah berhasil meningkatkan kinerja proses anaerob dalam mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob fasa tunggal. Sistem ini mampu menyisihkan COD hingga 83 % dalam waktu 7 hari. Selanjutnya, Ahmad 2001 telah berhasil mempercepat waktu pengolahan menjadi 0,83 hari dengan efisiensi penyisahan COD sebesar 80 % menggunakan bioreaktor berpenyekat anaerob. Ahmad dkk 2002, menggunakan bioreaktor membran mikrofiltrasi berbahan poli eter sulfon untuk mengolah limbah cair pabrik kelapa sawit dengan PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 27 menggabungkan bioreaktor tersuspensi dengan teknik filtrasi membran. Tahun berikutnya, Ahmad dkk 2003 melakukan perbaikan sistem bioreaktor membran anaerob dengan menggunakan membran mikrofiltrasi berbahan polipropilen. Namun demikian, sistem tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan karena energi yang dibutuhkan relatif tinggi sehingga dinilai tidak ekonomis oleh pihak pabrik kelapa sawit. Untuk mengantisipasi fenomena tersebut maka diupayakan penggabungan sistem bioreaktor tersuspensi dan sistem bioreaktor melekat yang disebut sebagai bioreaktor hybrid anaerob. Penggabungan ini memberikan keuntungan sinergi yakni sistem bioreaktor tersuspensi mendegradasi senyawa organik menjadi asam asetat kemudian sistem bioreaktor melekat mendegradasi asam asetat menjadi gas metan dan karbon dioksida. Di samping itu, disain bioreaktor hybrid anaerob mempunyai rasio waktu tinggal biomassa dengan waktu tinggal hidraulik jauh lebih besar dibandingkan dengan sistim bioreaktor tercampur sempurna CSTR, continouos stirred tank reaktor Faisal, 1994. Makalah ini berupaya mengungkapkan biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit dengan bioreaktor hibrid anaerob fasa tunggal dengan menggunakasn media imobilisasi sel yang berbeda yakni media tandan kosong sawit dan media pelepah sawit. 2 Metode Metoda penelitian yang diuraikan di bawah ini mencakup karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit, sumber biomassa, bioreaktor anaerob, peralatan bioreaktor, pengoperasian bioreaktor serta metoda analisa. Sumber dan Karakteristik Limbah Cair Limbah cair yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari pabrik kelapa sawit PT. Sei Pagar PTPN V Riau berlokasi di Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di samping itu, limbah padat berupa tandan kosong sawit dan pelepah sawit dimanfaatkan sebagai media imobilisasi sel bakteri anaerob dalam bioreaktor. Sumber Biomassa Bakteri anaerob yang digunakan berasal dari lumpur bakteri anaerob pada kolam kedua dan keempat Instalasi Pengolah Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Riau. Lumpur biomassa kolam kedua IPAL diambil sebanyak 1 m3 dan lumpur biomassa kolam keempat IPAL diambil sejumlah 1,5 m3 dimasukkan kedalam bioreaktor. Lumpur bibit bakteri anaerob dimasukkan ke dalam ruang berpenyekat sebanyak 0,5 m3 pada ruang sekat pertama dan kedua serta 1,5 m3 pada ruang sekat ketiga. Bibit bakteri anaerob sebanyak 2,5 m3 tersebut diaklimatisasi dengan cara menginjeksikan gas nitrogen kedalam bioreaktor. Proses ini dilakukan selama 20 hari untuk memastikan bahwa bibit telah teraklimatisasi dengan baik terhadap limbah cair tersebut. Peralatan Bioreaktor Hybrid Anaerob Bioreaktor hybrid anaerob yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai volume total 4,5 m3 yang terdiri dari dua ruang sekat dengan volume masing-masing sebesar 0,75 m3 dan satu ruang sekat dengan volume 3 m3, sedangkan volume cairan efektif adalah sebesar 2,5 m3. Ruang sekat pertama dan kedua diperuntukkan sebagai bioreaktor pertumbuhan bakteri anaerob tersuspensi, sedangkan ruang sekat ketiga diperuntukkan sebagai bioreaktor pertumbuhan bakteri melekat yang dilengkapi dengan media padat sebagai media imobilisasi sel. Media padat tersebut diisikan sebanyak sepertiga dari ruang sekat. Ruang aliran arah kebawah dirancang sepertiga dari ruang aliran keatas pada setiap ruang berpenyekat. Rancangan bioreaktor tersebut secara rinci ditampilkan pada Gambar 1 InletGas meterEffluent SekatGambar 1 Bioreaktor Hybrid Anaerob BIOHAN PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 28 Penyekat-penyekat yang dipasang secara vertikal memaksa agar aliran limbah cair yang masuk dari bagian atas mengalir sesuai dengan bentuk pola aliran di dalam ruang berpenyekat. Perjalanan aliran limbah cair tersebut kembali memaksa melewati bagian atas penyekat dan begitu seterusnya sehingga mengalir keluar dari bioreaktor. Bakteri anaerob di dalam bioreaktor cenderung terangkat dan terendapkan kembali akibat terbentuk biogas selama proses biokonversi secara anaerob. Bakteri anaerob tersebut akan bergerak secara perlahan ke arah horizontal sehingga terjadi kontak antara biomassa aktif dan limbah cair yang masuk serta aliran keluar relatif bebas dari padatan biomassa. Tahap Penentuan Laju Alir Umpan Optimum Fasa Tunggal Variabel proses yang digunakan adalah laju alir umpan limbah cair pabrik kelapa sawit yakni 500 L/hari; 625 L/hari; 714 L/hari; 830 L/hari; 1000 L/hari; 1250 L/hari; 1667 L/hari dan 2500 L/hari dengan waktu tinggal hidraulik 1 ;1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4 dan 5 hari. Kondisi operasi bioreaktor hybrid anaerob pada suhu ruang dan kontinu. Parameter yang diamati antara lain pH, suhu, asam lemak volatil yang dinyatakan sebagai asam asetat, alkalinitas, COD total, konsentrasi biomassa sebagai VSS, volume gas dan komposisi biogas. Lokasi dan Frekuensi Sampel Parameter yang dikaji pada penelitian ini antara lain pH, suhu, COD, VSS, total asam lemak volatil TAV, alkalinitas, produksi biogas dan komposisinya. Jenis dan frekuensi pengambilan sampel ditampilkan pada Tabel 1 berikut. Metoda Analisa Parameter yang diamati antara lain pH, suhu, asam lemak volatil yang dinyatakan sebagai asam asetat, alkalinitas, COD total, konsentrasi biomassa sebagai VSS. Parameter tersebut dianalisa sesuai dengan metoda standar APHA, AWWA, WCF, 1992, sedangkan volume gas dengan metoda penampungan dengan larutan NaCl jenuh. Tabel 1. Parameter, lokasi dan frekuensi sampel 3 Hasil dan Pembahasan Pada bagian ini akan diuraikan mengenai karakteristik limbah cair, pengaruh laju alir umpan terhadap proses optimalisasi bioreaktor hybrid anaerob, pengaruh laju pembebanan organik terhadap kinerja bioreaktor. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Pada bagian ini dikaji tentang karakteristik limbah cair yang akan digunakan sebagai umpan bioreaktor hybrid anaerob. Limbah cair yang digunakan adalah limbah cair Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Riau dengan karakteristik seperti ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Padatan Tersuspensi Total TSS Padatan Volatil Tersuspensi TVS Padatan Tersuspensi Volatil VSS PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 29 Tabel 2 menunjukkan bahwa limbah cair pabrik kelapa sawit yang akan diolah dengan bioreaktor hybrid anaerob mempunyai kandungan organik yang tinggi dan bersifat asam. Berdasarkan kandungan senyawa organik tersebut maka proses biokonversi yang sesuai adalah proses anaerob. Menurut Malina dan Pohland 1992 bahwa limbah cair yang mengandung COD di atas 3000 mg/L lebih baik diolah secara anaerob dibandingkan dengan proses aerob. Hal ini disebabkan bahwa biokonversi limbah cair dengan kandungan COD di atas 3000 mg/L secara aerob membutuhkan energi yang besar untuk proses aerasi. Pengaruh Laju Alir Umpan Terhadap Optimalisasi Bioreaktor Hasil pengamatan selama variabel laju alir umpan pada bioreaktor hybrid anaerob ditampilkan dengan melihat hubungan antara laju alir umpan terhadap pH dan konsentrasi asam lemak volatil, serta kehilangan biomassa anaerob. pH Dan Asam Lemak Volatil Pengaruh laju alir umpan terhadap pH dan asam lemak volatil yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai pH mendekati konstan dan tidak dipengaruhi oleh peningkatan laju alir umpan pembebanan organik. Hal ini bisa saja terjadi karena fluktuasi pH sistem sangat dipengaruhi oleh alkalinitas yang terbentuk selama proses anaerob. Pada penelitian ini, alkalinitas yang terbentuk mampu menetralisir perubahan pH yang terjadi di dalam sistem. Sementara itu, semakin tinggi laju alir umpan mengakibatkan semakin menurun konsentrasi asam lemak volatil. Konsentrasi asam lemak volatil yang diperoleh berkisar dari mgTAV/L pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong sawit, sedangkan pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia pelepah sawit sebesar 893 mgTAV/L. Rentang konsentrasi asam lemak volatil ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan peneliti lain Nakamura dkk., 1993; Ng dkk., 1985; Ahmad, 1992. Nakamura dkk. 1993 memperoleh konsentrasi asam lemak volatil sekitar 400 mg/L pada SRT 8 jam dengan menggunakan substrat glukosa. Sementara itu, Ng dkk. 1985 memperoleh asam lemak volatil sebesar mg/L pada waktu tinggal hidraulik 1 hari dengan menggunakan substrat limbah cair industri minyak sawit, sedangkan Ahmad dan Setiadi 1993 memperoleh asam lemak volatil sebesar mg/L pada waktu tinggal a b Gambar 2 Pengaruh laju alir umpan terhadap pH dan asam lemak volatil pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosonga dan pelepah sawit b a b Gambar 3 Pengaruh laju alir umpan terhadap kehilangan biomassa anaerob pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong a dan pelepah sawit b PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 30 hidraulik 2 hari dengan menggunakan limbah cair industri minyak sawit. Sementara itu, Sam-Soon dkk. 1991 memperoleh asam lemak volatil sebesar 13 mg/L pada pembebanan organik 4,2 kgCOD/m3-hari dengan menggunakan substrat yang mengandung asam lemak rantai panjang asam oleat. Kehilangan Biomassa wash-out Konsentrasi bakteri anaerob di dalam sistem bioreaktor hybrid anaerob diwakili oleh konsentrasi VSS volatile suspended solid di dalam bioreaktor. Pengaruh laju alir umpan terhadap kehilangan wash-out biomassa anaerob dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bahwa kehilangan biomassa semakin menurun dengan meningkatnya laju alir umpan. Peningkatan debit umpan menyebabkan pola aliran di dalam sistem menjadi turbulen dan dapat menghanyutkan padatan biomassa sehingga terbawa aliran keluar dari sistem. Hasil ini membuktikan bahwa sistem bioreaktor hybrid anaerob telah optimal mencegah terjadinya kehilangan biomassa dari sistem. Dengan sendirinya konsentrasi biomassa dalam bioreaktor dapat ditingkatkan dan waktu tinggal biomassa dapat diperpanjang, sehingga bioreaktor ini mampu mengkonversi limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi bahan bakar gas. Pengaruh Laju Pembebanan Organik Terhadap Kinerja Bioreaktor Hasil pengamatan selama variabel laju pembebanan pada bioreaktor hybrid anaerob ditampilkan dengan melihat hubungan antara laju pembebanan organik terhadap penyisihan bahan organik, Variabel laju pembebanan yang dikaji yakni, 10; 12,5; 14,3; 16,6; 20; 25; 33 dan 50 KgCOD /M3-hari Penyisihan Bahan Organik Penyisihan bahan organik dan efisiensi penyisihan bahan organik ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi laju pembebanan organik akan mengakibatkan semakin tinggi penyisihan bahan organik. Hal ini dapat dimengerti karena dengan semakin tinggi pembebanan organik berarti semakin banyak bahan organik yang diberikan dengan sendirinya semakin banyak yang dapat disisihkan. Sejalan dengan hal tersebut, terlihat bahwa efisiensi penyisihan bahan organik relatif tinggi dan konstan. Efisiensi penyisihan bahan organik ini menunjukkan kemampuan biodegradasi limbah cair pabrik kelapa sawit oleh bakteri anaerob menjadi gas metan dan gas CO2. Semakin tinggi efisiensi penyisihan bahan organik menunjukkan bahwa bahan organik yang diubah menjadi gas metan semakin banyak, sebaliknya gas CO2 semakin menurun. Hal ini dapat dipahami karena dengan pembebanan organik tinggi maka bahan organik lebih banyak diuraikan menjadi asam asetat, selanjutnya asam asetat diubah menjadi biogas oleh kelompok bakteri metanogen. Hal ini dibuktikan dengan semakin tinggi efisiensi penyisihan bahan organik sebesar 88 % pada bioreaktor hybrid bermedia tandan kosong sawit dan 84 % pada bioreaktor hybrid bermedia tandan kosong sawit dengan laju pembebanan organik sebesar 50 KgCOD /M3-Hari. Menurut Malina dan Pohland 1992 bahwa tingkat kinerja pengolahan anaerob yang baik berkisar dari 80-90% penyisihan bahan organik. Studi Banding Kinerja Bioreaktor Hybrid Anaerob Studi banding kinerja bioreaktor ditinjau dengan membandingkan kinerja bioreaktor hybrid anaerob dengan berbagai kinerja bioreaktor anaerob lainnya dalam mengkonversi limbah cair industri. Perbandingan kinerja bioreaktor ini dengan bioreaktor lainnya ditampilkan pada Tabel 4. a b Gambar 4 Pengaruh laju pembebanan organik terhadap penyisihan dan efisiensi penyisihanbahan organik pada bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong a dan pelepah sawit b PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 31 Tabel 4. Perbandingan Kinerja Bioreaktor Hybrid Anaerob Dengan Bioreaktor Lain Beban Organik kgCOD/m3-hari Efisiensi Penyisihan organik % Keterangan AP = anaerobic pond; HRPA = High-rate anaerobic pond; DTP = digester two-phase; DDU= digester daur ulang; DTDU= digester tanpa daur ulang; DSA = digester semi-kontinu anaerob; BUFAN = bioreaktor unggun fluidisasi anaerob; HABR = hybrid anaerobic baffled reactor; ABR = anaerobic baffled reactor; MABR = modified anaerobic baffled reactor; BIOPAN = bioreaktor berpenyekat anaerob; WTH = waktu tinggal hidraulik; BIOHAN = bioreaktor hybrid anaerob Tabel 4 menunjukkan bahwa kinerja bioreaktor hybrid anaerob baik bermedia tandan kosong sawit maupun bermedia pelepah sawit memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem anaerobic pond dan high-rate anaerobic pond Thanh, 1980. Pada sistem anaerobic pond meskipun penyisihan COD lebih tinggi dari penelitian ini, namun memerlukan waktu pengolahan yang sangat lama yaitu 15-20 hari. Hal yang sama juga diperoleh pada high-rate anaerobic pond yaitu penyisihan sebesar 95 % selama waktu pengolahan 15 hari, dan bioreaktor berpenyekat anaerob mampu menyisihkan COD sebesar 86 % selama waktu tinggal cairan 20 jam Ahmad, 2001, sedangkan pada penelitian ini mampu menyisihkan COD dengan efisiensi penyisihan sebesar 88 % dan 84 %, berturut-turut bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong sawit dan bioreaktor hybrid anaerob bermedia pelepah sawit pada waktu tinggal 1 hari. Disamping itu, kinerja bioreaktor hybrid anaerob memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan digester dua tahap Ng dkk., 1985. Digester dua tahap hanya mampu menyisihkan COD sebesar 78 % pada waktu tinggal cairan 11 hari. Di samping itu, kinerja bioreaktor hybrid anaerob memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob Arief, 1992; Ahmad dan Setiadi, 1993. Bioreaktor unggun fluidisasi anaerob satu tahap hanya mampu menyisihkan COD sebesar 75 % selama waktu tinggal cairan 3 hari, sedangkan bioreaktor unggun fluidisasi anaerob dua tahap mampu menyisihkan COD sebesar 93 % selama waktu tinggal 5 hari. Waktu pengolahan yang cukup singkat yakni 1 hari pada penelitian ini menunjukkan bahwa sistem bioreaktor hybrid anaerob lebih baik karena ukuran bioreaktor yang relatif kecil dengan sendirinya kebutuhan lahan untuk membangun instalasinya relatif penghematan secara ekonomi. Bila dibandingkan bioreaktor hybrid anaerob pada penelitian ini dengan sistem yang lain dalam mengolah limbah cair industri minyak sawit Faisal, 1994; Retnowati, 1996 menunjukkan bahwa penyisihan COD pada penelitian ini relatif sama, namun waktu pengolahan jauh lebih pendek yaitu 1 hari. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa sistem bioreaktor hybrid anaerob dengan pengendalian proses pada kondisi pH 7 lebih unggul dibandingkan dengan sistem bioreaktor lainnya. Hal ini disebabkan karena pada pH 7 aktivitas bakteri metanogen lebih optimal dalam memanfaatkan senyawa organik sederhana menjadi biogas. Menurut Benefield dan Randall 1980, bakteri metan sangat sensitif terhadap perubahan pH. Laju fermentasi metan relatif konstan pada rentang pH 6,0 hingga 8,5, namun menurun sangat cepat diluar rentang tersebut. Menurut Sahm 1984 bahwa aktivitas metan relatif konstan pada rentang pH 6-8. Kelebihan bioreaktor hybrid anaerob ditunjukkan oleh kemampuan untuk menerima pembebanan COD tinggi yakni sebesar 50 KgCOD/m3-hari pada waktu tinggal 1 hari dengan efisiensi penyisihan COD sebesar 84-88 %. Dengan demikian, bioreaktor hybrid anaerob mampu digunakan untuk biokonversi limbah cair pabrik kelapa sawit menjadi bahan bakar gas dengan beban COD tinggi. 4 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut 1. Laju alir umpan optimum bioreaktor hybrid anaerob bermedia tandan kosong diperoleh sawit sebesar L/hari, pH relatif konstan sebesar 7,2, konsentrasi asam lemak volatil sebesar PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 32 mgTAV/L, kualitas efluen sebesar mgCOD/L, kehilangan biomassa anaerob sebesar mgVSS/L, efisiensi penyisihan COD sebesar 88 % dengan laju pembebanan organik sebesar 50 kgCOD/m3-hari dan waktu tinggal hidraulik sebesar 1 satu hari. 2. Laju alir umpan optimum bioreaktor hybrid anaerob bermedia pelepah sawit diperoleh sebesar L/hari, pH relatif konstan sebesar 7,2, konsentrasi asam lemak volatil sebesar 895 mgTAV/L, kualitas efluen sebesar mgCOD/L, kehilangan biomassa anaerob sebesar mgVSS/L, efisiensi penyisihan COD sebesar 84 % dengan laju pembebanan organik sebesar 50 kgCOD/m3-hari dan waktu tinggal hidraulik sebesar 1 satu hari. 3. Pada berbagai laju alir umpan yang diuji diperoleh pH pada rentang 6,9 hingga 7,5, konsentrasi asam lemak volatil pada rentang 891 hingga mgTAV/L, kehilangan biomassa anaerob pada rentang hingg mgVSS/L. 4. Pada berbagai laju pembebanan COD diperoleh efisiensi penyisihan bahan organik pada rentang 40 % hingga 88 % dengan kualitas COD efluen pada rentang hingga mgCOD/L. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Penelitian Unggulan Strategis Nasional Batch I tahun 2009 dengan surat perjanjian Pelaksanaan Penelitian No. 428/SP2H/PP/DP2M/VI/2009 tanggal 20 Juni 2009. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, A, Kinerja Bioreaktor Unggun Fluidisasi Anaerobik Dua Tahap Dalam Mengolah Limbah Cair Industri Minyak Kelapa Sawit, Laporan Magang, PAU-Bioteknologi ITB, Bandung, 1992 Ahmad, A, T. Setiadi dan IG Wenten, Bioreaktor Membran Anaerob Untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak Sawit, Laporan Akhir HIBAH BERSAING IX, DP3M DIKTI DEPDIKNAS RI, Jakarta, 2003 Ahmad, Adrianto, Biodegradasi Limbah Cair Industri Minyak Sawit Dalam Sistem Bioreaktor Anaerob, Disertasi, Program Pascasarjana ITB, Bandung, 2001 Ahmad, A dan T. Setiadi, Pemakaian bioreaktor unggun fluidisasi anaerob dua tahap dalam mengolah limbah cair pabrik minyak sawit, Seminar Nasional Bioteknologi Industri, PAU-Bioteknologi ITB, Bandung, 27-29 Januari, 1993 APHA, AWWA & WCF, Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, American Public Health Association, Washington DC, 1992 Arief, M., Pengolahan Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Unggun Fluidisasi Anaerobik, Thesis Magister ITB, Bandung, 1992 Boopathy, R dan Sievers, Performance of a Modified Anaerobic Baffled Reactor ABR to Treat Swine Waste, Transactions of the ASAE., 346, 1991 Boopathy, R, Larsen, dan Senior, E., “Performance of Anaerobic Baffled Reactor ABR in Treating Distillary Wastewater from a Scotch Whisky Factory”., Biomass, 16, 133-143 1988 Chen, Li dan Shieh, “Performance Evaluation of The Anaerobic Fluidized Bed Systems I. Substrat Utilisation and Gas Production”, J. Chem Tech. Biotech., 35, 101-109, 1985 Chin, Anaerobic treatment kinetics of palm oil sludge, Wat. Res., 15, 199-202, 1981 Faisal, Pengolahan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit Dengan Bioreaktor Berpenyekat Anaerobik, Thesis Magister ITB, Bandung, 1994 Ghosh, S dan Klass, “Two-Phase Anaerobic Digestion”, Process Biochemistry, april, 15-24, 1978 Grobicki, A dan Stuckey, “Performance of the Anaerobic Baffled Reactor under Steady State and Shock Loading Condition”, Biotechnol. And Bioeng., 37, 344-355, 1991 Gujer, W dan Zehnder, “ Conversion Processes in Anaerobic Digestion”, Wat. Sci. Tech., 15, 127-167, 1983 Heijnen, J. J., A. Mulder, W. Enger, Lourens, Keijzers dan Hoeks, “Application of Anaerobic Fluidized Bed Reactors in Biological Wastewater Treatment”, Starch/Starke., 3812, 419-428, 1986 Hickey, Wu, Veiga dan R. Jones, “Start-up, Monitoring and Control of High-rate Anaerobic Treatment Systems”, Water Sci. Tech., 248, 207-255, 1991 Lema, et al., “Chemical Engineering Concept in Operation and Design Process Anaerobic Wastewater Treatment”, Water Sci. Tech., 248, 79-86, 1991 PROSIDING SNTK TOPI 2011 Pekanbaru, 21- 22 Juli 2011 IOP08 - 33 Malina, dan Pohland, Design of anaerobic processes for the treatment of industrial and municipal wastes, Water Quality Management Library, Vol. 7, 1992 McInerney, “ Anaerobic Hydrolysis and Fermentation of Fats and Protein”, Biology of Anaerobic Microorganism, editor Zehnder, John Willey and Sons, New York, 1988 Nakamura, M, H. Kanbe dan J. Matsumoto, ”Fundamental Studies on Hydrogen Production in the Acid-Forming Phase and Its Bacteria in Anaerobic Treatment Processes-the Effects of Solids Retention Time”, Wat. Sci. Tech., 287, 81-88, 1993 Ng, Wong dan Chin, “Two-phase Anaerobic Treatment Kinetics of Palm Oil Wastewaters”, Water Res., 195, 667-669. 1985 Retnowati, Pengaruh Laju Pembebanan dan Resirkulasi Pada Kinerja Biopan Untuk Pengolahan Limbah Cair Industri Minyak Sawit, Thesis Magister ITB, Bandung, 1996 Sam-Soon, P, Loewenthal, M, C. Wentzel dan GvR. Marais, “a Long-chain Fatty Acids, Oleat, as Sole Substrate in UASB Reactor Systems”, Water SA., 171, 31-36, 1991 Thanh, High organic wastewater control and management in the tropics, Water Pollution Control Conference, CDG, AIT-ERL, Bangkok, Nov., 1980 Yang, dan Chou, “Horizontal-Baffled Anaerobic Reactor for Treating Diluted Swine Wastewater”, Agricultural Waste, 14, 221-239, 1985 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this NakamuraHiroshi KanbeMatsumoto JIEffects of solids retention time SRT on hydrogen gas production, glucose degradation and anaerobic bacteria in anaerobic treatment processes were investigated with use of 11,700 mg/l glucose solution as a substrate. Five series of experiments were conducted at 36 ± 1°C. Volatile fatty acids were produced in the order acetic, n-butyric, propionic and n-valeric with concentration of effluent. Counts of general anaerobic bacteria and acid-forming bacteria in each reactor increased with increasing SRT, and counts of genus Clostridium and sulphate reducing bacteria in the reactor decreased with increasing SRT of the reactor. Gas production rates and gas composition were investigated to obtain information on energy production. Solids retention time increased from 2 to 10 h, hydrogen gas content decreased from 12 to 9%. The kinetic constants such as the microbial decay coefficient Kd, the maintenance coefficient m and the growth yield for microorganisms YG were and day-1, respectively. Raj SieversTwo laboratory scale, anaerbic baffled reactors one with two chambers, a second with three chambers were used to successfully treat whole swine manure. COD reductions were 69% and 62%, respectively, with maximum methane production of and L/g VS added at a loading of 4 g VS/L d. The baffled chambers did an excellent job of trapping the small diameter, methane containing particles of proteins, cellulose, hemicellulose and lipids. Solids retention times of 22 and 25 days were achieved with a corresponding hydraulic retention of 15 a prelude to the individual papers describing the various anaerobic treatment process configurations, the anaerobic treatment process is described in terms of chemical reaction engineering. These descriptions are made in terms of kinetics, stoichiometry, thermodynamics and mass transfer considerations. The implications of these concepts on design and operations are also discussed. Ping-Yi YangC. Y. ChouThe main objective of this study was to develop a low capital cost, simply operated and effective anaerobic reactor for treating, in the tropics, highly-diluted swine wastewater containing particulate solids. A horizontal-baffled reactor with a liquid volume of 20 liters was tested at 30°C. Supernatant of settled swine wastewater with a TVS concentration under 2 g liter−1 was used as feedstock. The reactor was an effective design for increasing the SRT 15–300 days at the low HRT 025–5 days being used. Maximum TCOD removal and maximum methane production rates of 81% and 08 liter liter−1 day−1 at a TCOD loading rate of 25 and 85 g liter−1 day−1, respectively were observed. Operational performance was comparable with the anaerobic filter in treating the supernatant of settled swine wastewater. This reactor configuration was also simple in construction and operation compared with other existing anaerobic reactors. Shuvo KlassAn improved two phase anaerobic digestion process in which an initial phase continually receives an organic feed for short detention times of less than two days under conditions which efficiently liquefy and breakdown the feed to lower molecular weight acids and other intermediates for conversion to methane. A succeeding phase is operated to treat the lower molecular weight acids and intermediates for detention times of about two to about seven days under conditions which efficiently lead to production of methane. The feed is loaded in the first phase at rates from about 1 to about 10 pounds of total organics per cubic foot per day; and the products from the initial phase are loaded in the succeeding phase at rates of about to about pounds total organics per cubic foot per day. 2 J Enger Arnold MulderF. W. J. M. M. HoeksFrom pilot experiments 0,3–3,6 m3 and full scale application 300 m3 it is shown that the improved anaerobic fluid bed technology represents a very reliable and compact high-rate technology for the purification of highly fluctuational industrial wastewater. A two-stage process acidification/methanation appeared to have advantages with respect to process stability as well as purification capacity. On full scale the average purification capacity, reached six months after start-up, was 28 kg COD/m3 day based on the volume of the methane reactor, with peaks of 50 kg COD/m3 day. Further increases in capacity may be expected in the future. Anwendung der anaeroben Wirbelschichttechnik bei der biologischen Abwasser-Behandlung. Anhand von Pilotversuchen 0,3–0,6 m3 und Versuchen im Produktionsmaßstab 300 m3 wird gezeigt, daß die entwickelte anaerobe Wirbelschichttechnik ein sehr zuverlässiges kompaktes Hochleistungsverfahren darstellt für die Reinigung der stark variablen industriellen Abwässer. Es zeigte sich, daß ein 2stufiges Verfahren große Vorteile bietet in bezug auf Prozeßstabilität und Reinigungskapazität. Die Abbauleistung im Produktionsmaßstab erreichte nach sechs Monaten einen Mittelwert von 28 kg CSB/m3 Tag bezogen auf den Methan-Reaktor und einen Spitzenwert von etwa 50 kg CSB/m3/Tag. Eine weitere Steigerung der Kapazität in Zukunft ist nicht J. ChenChun T. LiWen K. ShiehCOD removal efficiencies in the range 75 to 98% were achieved in an anaerobic fluidised bed system designed for the recovery of methane from liquid wastes, when evaluated at COD loadings of between to 108 kg m−3 day−1, hydraulic retention times of between to 8 h, and feed COD concentrations of beween 480 to 9 000 mg dm−3. More than 90% of feed COD could be removed up to COD loadings of about 40 kg m−3 day−1. Up to around 300 dm2 of methane were produced per kg COD removed and this methane production rate was independent of the COD loadings applied in this investigation. Volatile acid concentration in the reactor increased sharply at a COD loading of about 40 kg m−3 day−1 and therefore, sufficient alkalinity should be provided to prevent pH from dropping to the undesirable level. The anaerobic fluidised bed system can be operated at a significantly higher liquid throughputs while maintaining its excellent efficiency. Jern Wun ChinA laboratory-scale two-phase anaerobic digestion system was used to treat a palm oil mill effluent POME containing around 63,000 mg l−1 COD. Phase separation was accomplished through control of the hydraulic retention times of two reactors operated in series. Acid and methane phase biokinetic coefficients were evaluated. Steady state parameters indicate good process stability with high gas yields.
padakolam pengolahan air limbah selama 134 hari untuk produksi 60 ton/jam. Analisis perubahan lahan menunjukkan area perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang diteliti berada di zona kesesuaian lahan baik dan sedang. Bentuk perubahan lahan merupakan peralihan dari hutan tanaman ke perkebunan kelapa sawit.
Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit – Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar TBS kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil CPO dan Palm Kernel Oil KPO langsung dialirkan menuju ketempat pengolahan limbah. Berdasarkan data yang didapat dari PT Perkebunan Mitra Ogan 2015, fungsi dari setiap kolam pengolahan limbah pada pabrik kelapa sawit, yaitu 1. Fat Pit Limbah dari Pabrik Kelapa Sawit PKS dialirkan masuk kedalam fat pit. Kolam fat pit digunakan untuk menampung cairan – cairan yang masih mengandung minyak yang berasal dari air kondensat dan stasiun klarifikasi. Pada fat pit ini terjadi pemanasan dengan menggunakan steam dengan suhu 60-80 oC. Pemanasan ini berguna untuk memudahkan dalam pemisahan minyak dengan sludge, sebab pada fat pit ini masih memungkinkan untuk dilakukan pengutipan minyak dengan menggunakan skimmer. Limbah cair dari fat pit ini lalu dialirkan ke dalam kolam cooling pond yang berguna untuk mendinginkan limbah yang dipanaskan Wibisono, 2013. 2. Kolam Pendinginan Limbah cair yang telah dikutip minyaknya pada oil trap fatpit mempunyai karakteristik pH 4 – 4,5 dengan suhu 60 – 80 oC sebelum limbah dialirkan ke kolam pengasaman acidifaction pond suhunya diturunkan menjadi 40 – 45 oC agar bakteri mesophilik dapat berkembang dengan baik. Gambar 1. Cooling Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 1 merupakan gambar pengambilan bahan baku berupa air limbah kelapa sawit yang terletak di cooling pond. Pada Gambar 1, limbah cair yang telah dikutip minyaknya pada oil trap fatpit mempunyai karakteristik pH 4 – 4,5 dengan suhu 60 – 80 oC sebelum limbah dialirkan ke kolam pengasaman acidifaction pond suhunya diturunkan menjadi 40 – 45 oC agar bakteri mesophilik dapat berkembang dengan baik. pendinginan penting dalam mempersiapkan kondisi kehidupan bakteri mesofilik. Dengan temperatur sekitar 38 0C maka bakteri akan berkembang dengan baik, dengan lama penahan limbah ± 5 hari, bagian minyak yang terapung diatas permukaan dikembalikan ke bagian produksi untuk diolah lanjut, kolam ini biasanya berukuran lebar dan dangkal. 3. Kolam Pengasaman Setelah dari kolam pendingin, limbah mengalir ke kolam pengasaman yang berfungsi sebagai proses pra kondisi bagi limbah sebelum masuk ke kolam anaerobik. Pada kolam ini, limbah akan dirombak menjadi volatile fatty acid VFA. Kolam pengasaman pada pabrik kelapa sawit, dilampirkan pada gambar berikut. Gambar 2. Acidifaction Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 2 merupakan kolam pengasaman dimana limbah yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan menghasilkan senyawa asam. Supaya senyawa asam yag terkandung didalam limbah tidak mengganggu proses pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman acidification. Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pH nya naik setelah asam – asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut. 4. Kolam Resirkulasi Resirkulasi dilakukan dengan mengalirkan cairan dari kolam anaerobik yang terakhir ke saluran masuk kolam pengasaman yang bertujuan untuk menaikkan pH dan membantu pendinginan. 5. Kolam Pembiakan Bakteri Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi yang optimum untuk kolam ini adalah pH suhu 30 – 40 oC untuk bakteri mesophyl, kedalaman kolam 5-6 m dan ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk pabrik kelapa sawit PKS kapasitas 30 tonTBS/jam. 6. Kolam Anaerobik Limbah dari kolam pengasaman akan mengalir ke kolam anaerobik primer. BOD limbah setelah keluar dari kolam anaerobik sekunder maksimal ialah 3000 mg/l dengan pH minimal 6,0. Kolam anaerobik dapat dilihat pada gambar 3 berikut Gambar 3. Anaerob Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Pada Gambar 3 diatas, pH dari kolam pengasaman masih sangat rendah, maka limbah harus dinetralkan dengan cara mencampurkannya dengan limbah keluaran pipa outlet dari kolam anaerobik. Bersamaan dengan ini, bakteri anaerobik yang aktif akan membentuk asam organik dan CO2. Selanjutnya bakteri metana Methanogenic Bacteria akan merubah asam organik menjadi methane dan CO2. BOD limbah pada kolam anaerobik primer masih cukup tinggi, maka limbah harus diproses lebih lanjut pada kolam anaerobik sekunder, dimana kolam ini dapat dikatakan beroperasi dengan baik apabila nilai parameter utamanya berada pada tetapan sebagai berikut pH 6 - 8 Volatile fatty acidVFA < 300 mg/l Alkalinitas < 2000 mg/l 7. Kolam Fakultatif Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik atau dapat disebut proses penon-aktifan bakteri anaerob dan pra kondisi dari proses aerobic. Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7,6 – 7,8. Biological Oxygen Demand BOD 600-800ppm, Chemical Oxygen Demand COD1250-1750 ppm. Aktivitas ini dapat diketahui dengan indikasi pada permukaan kolam yang tidak dijumpai scum dan cairan tampak kehijau -hijauan. Proses fakultatif ini dilakukan di dalam kolam sedimentasi yang terlihat pada gambar berikut. Gambar 4. Sedimentation Pond pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 4 merupakan kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik atau dapat disebut proses penon-aktifan bakteri anaerob dan pra kondisi dari proses aerobic. Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7,6 – 7,8. BOD 600-800ppm, COD 1250-1750 ppm. Aktivitas ini dapat diketahui dengan indikasi pada permukaan kolam yang tidak dijumpai scum dan cairan tampak kehijau-hijauan. 8. Kolam Aerasi Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Kolam ini dibuat dengan kedalaman 3m dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua uni talat aerator. 9. Kolam Aerobik Proses yang terjadi pada kolam anaerobik adalah proses aerobic. Pada kolam ini, telah tumbuh ganging dan mikroba heterotrof yang berbentuk flocs. Proses ini merupakan langkah penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba dalam kolam. Gambar 5. Anaerob Pond sirk pada PT Perkebunan Mitra Ogan Gambar 5 menunjukkan bahwa kolam Anaerob ini berfungsi untuk menurunkan BOD, dan COD serta minyak dan lemak dari limbah pabrik sawit. Ciri utama kolam anaerobik adalah permukaan kolam tertutup oleh jenis khamir sehingga ketersedian oksigen dan cahaya matahari sangat rendah di dalam kolam yang mengefektifkan kinerja bakteri anerob dalam mengurai limbah 10. Land Application Kolam ini merupakan tempat pembuangan terakhir limbah, dimana Proses yang terjadi pada kolam ini adalah proses penon-aktifan bakteri anaerobic dan prakondisi proses aerobic. Aktivitas ini dapat diketahui dengan indikasi pada permukaan kolam tidak dijumpai scum dan cairan tampak kehijau-hijauan Dari seluruh rangkaian proses tersebut, masa tinggal limbah selama proses berlangsung mulai dari kolam pendinginan hingga air dibuang ke badan penerima membutuhkan masa waktu tinggal selama kurang lebih 120 – 150 hari.
limbahmasuk ke kolam aplikasi sebagai tempat pembuangan akhir. Limbah dalam tahap ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman kelapa sawit. Tersedia beberapa pilihan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit setelah pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit di kolam (IPAL) yaitu dibuang ke badan sungai maupun diterapkan pada tanaman kelapa sawit.
- Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Perkim-LH Kabupaten Batubara segel pabrik kelapa sawit milik PT Buana Sawit Indah BSI di Desa Perkebunan Petatal, Kecamatan Datuk Tanah Datar, Kabupaten Batubara, Kamis 8/6/2023. Penyegelan tersebut dilakukan akibat adanya temuan lapangan yang belum dilengkapi oleh PT BSI terkait tidak melakukan uji parameter limbah terkait pemenuan izin. "Penyegelan ini dilakukan karena ketidak taatan dalam membuat izin limbah B3, cair, udara, air," kata Frans Siregar. Baca juga Ikan dan Udang Mati, Air Sungai Jadi Bau, Pabrik Kelapa Sawit Diduga Cemari Lingkungan di Sei Rampah Katanya, penyegelan sementara ini dilakukan untuk Pabrik Kelapa SawitPKS milik PT BSI segera melengkapi beberapa poin yang tidak dilaksanakan oleh pabrik. "Ini kami lakukan sanksi penyegelan sementara paling lama enam Minggu, sembari menunggu poin yang kami serahkan dilengkapi oleh mereka," ujarnya. Katanya, terdapat enam poin yang tidak dijalankan oleh pabrik kelapa sawit milik PT BSI. Diantaranya Uji Emisi udara, Tanah, Air, B3. Baca juga Polda Sumut Beber Alasan Sita Pabrik Kelapa Sawit Milik Bupati Langkat Nonaktif Soal Restitusi "Namun, untuk tanah sudah dilakukan oleh mereka," ujar Frans. Katanya, selama penyegelan dilakukan, pabrik milik PT BSI dilarang untuk melakukan aktivitas produksi selama izin lingkungan masih dibekukan. "Kami sudah melakukan teguran secara tertulis sejak Januari 2023 lalu, penyegelan dan pembekuan ini kami lakukan setelah sudah beberapa kali teguran," ujarnya. Katanya, apabila pabrik kelapa sawit milik PT BSI menghiraukan penyegelan tersebut, sanksi tertinggi yang dilakukan dinas Perkim-LH Batubara akan mencabut izinnya secara permanen. Baca juga Polisi Sita Pabrik Kelapa Sawit Milik Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin "Kalau tidak dipenuhi, izin usahanya akan dicabut secara permanen," ungkapnya. Sementara, Amrin Sirait, pimpinan PT BSI enggan untuk berkomentar terkai penyegelan yang dilakukan oleh Pemkab Batubara. "Kami no komenlah terkai ini. Kita ikuti saja propernya, surat sudah kami terima," ungkap Amrin saat dijumpai
Dalampenanggulangan limbah cair pada pabrik sawit terdapat kolam buatan ini terdiri dari : Kolam Fat Pit Pada kolam ini terdapat 6 tingkat pengutipan dengan tujuan untuk penampungan sementara lossis minyak hasil dari pengolahan dan pengutipan kembali minyak yang ikut terbuang.
ABSTRAK Pengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS umumnya dilakukan dengan cara konvensional dengan menggu-nakan teknologi kolam terbuka. Cara konvensional ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah waktu tinggal lebih dari 90 hari. Elektrokoagulasi diketahui dapat menghasilkan koagulan dan gas hidrogen. Jenis elektroda yang digunakan adalah logam aluminium, elektrolit yang digunakan adalah limbah Fat pit, limbah anaerobik, air keluaran reaktor biogas. Parameter yang diamati adalah COD, TSS dan TS gas hidrogen yang dihasilkan. Dengan pemberian tegangan listrik sebesar 2, 3 dan 4 volt dan masa penahanan 8 jam. Dari penelitian yang dilakukan, penurunan maksimum nilai COD didapati sebesar 76,9%; 87,5% dan 81,18% untuk limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Penurunan TS sebesar 84,84% untuk limbah fat pit, 84,84% limbah kolam anaerobik, 82,89% limbah keluaran biogas. Gas hidrogen yang dihasilkan untuk masing-masing limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas sebesar 7,3 gram, 8,6 gram dan 4,04 gram. Berdasarkan hasil penelitan, elektrokoagulasi dapat digunakan untuk pengolahan LCPKS dan juga dapat menghasilkan gas hidrogen sebagai energi. Figures - uploaded by Muhammad Ansori NasutionAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Muhammad Ansori NasutionContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EN-56 0643 Muhammad Ansori NasutionPENGOLAHAN LCPKS KELUARAN FAT PIT, KOLAM ANAEROBIK DANREAKTOR BIOGAS DENGAN ELEKTROKOAGULASIMuhammad Ansori NasutionPusat Penelitian Kelapa SawitJl. Brigjend Katamso 51, Medan 20158e-mail ansoricca Tel 061 7862477Disajikan 29-30 Nop 2012ABSTRAKPengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS umumnya dilakukan dengan cara konvensional dengan menggu-nakan teknologi kolam terbuka. Cara konvensional ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah waktu tinggal lebihdari 90 hari. Elektrokoagulasi diketahui dapat menghasilkan koagulan dan gas hidrogen. Jenis elektroda yang digunakan adalahlogam aluminium, elektrolit yang digunakan adalah limbah Fat pit, limbah anaerobik, air keluaran reaktor biogas. Parameteryang diamati adalah COD, TSS dan TS gas hidrogen yang dihasilkan. Dengan pemberian tegangan listrik sebesar 2, 3 dan 4volt dan masa penahanan 8 jam. Dari penelitian yang dilakukan, penurunan maksimum nilai COD didapati sebesar 76,9%;87,5% dan 81,18% untuk limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Penurunan TS sebesar 84,84%untuk limbah fat pit, 84,84% limbah kolam anaerobik, 82,89% limbah keluaran biogas. Gas hidrogen yang dihasilkan untukmasing-masing limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas sebesar 7,3 gram, 8,6 gram dan 4,04 hasil penelitan, elektrokoagulasi dapat digunakan untuk pengolahan LCPKS dan juga dapat menghasilkan gashidrogen sebagai Kunci Limbah cair kelapa sawit, elektrokoagulasi, COD dan gas PENDAHULUANPerkembangan industri yang sangat pesat se-cara universal, di samping menghasilkan produkyang mempengaruhi perekonomian global juga meng-hasilkan produk samping yang mempengaruhi kese-imbangan lingkungan. Tidak terkecuali untuk pengo-lahan kelapa sawit. Walaupun limbah pengolahan ke-lapa sawit secara essensial tidak dalam kategori limbahberacun tetapi jika limbah tersebut jika dibuang lang-sung akan mempengaruhi badan air yang menampunglimbah elektrokoagulasi pada prinsipnyaberdasarkan pada proses sel elektrolisis. Sel elek-trolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubahenergi listrik DC direct current untuk menghasilkanreaksi elektrodik. Setiap sel elektrolisis mempunyaidua elektroda, katoda dan anoda.[18] Jenis elektrodayang digunakan pada penelitian ini adalah elektrodaAluminium yang berperan sebagai sumber ion Al+3di anoda dan berfungis sebagai koagulan dalamproses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam seltersebut.[15] Sedangkan di katoda terjadi reaksi ka-todik dengan membentuk gelembung-gelembung gashidrogen yang berfungsi untuk menaikan flok-floktersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalamsel.[9, 10]A. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit LCPKSPengelolaan LCPKS pada saat ini didominasi olehpengelolaan dengan menggunakan teknologi kolamlimbah terbuka. Pengelolaan ini menggunakan ko-lam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik.[23]Teknologi ini diketahui mengeluarkan biaya yang be-sar untuk perawatan dan juga dalam prosesnya meng-hasilkan gas metan sebagai gas rumah kaca yangdilepaskan bebas ke atmosfir.[22] Teknologi lain yangdikembangkan seperti kombinasi kolam limbah denganaplikasi LCPKS pada kebun kelapa sawit land ap-plication.[17, 23] Teknologi yang juga sudah berkem-bang adalah aplikasi LCPKS sebagai penyiram tandankosong pada proses pengomposan tandan kosong ke-lapa adalah air limbah yang dikeluarkan olehpabrik kelapa sawit PKS yang umumnya terdiri darikondensat rebusan, buangan hydrocyclone dansepara-Prosiding InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-57tor sludge. Sekitar m3LCPKS dihasilkan setiapton CPO yang dihasilkan. LCPKS kaya akan senyawakarbon organik dengan kandungan chemical oxygendemand COD lebih dari 40 g/L dan kandungan nitro-gen sekitar and g/L sebagai ammonia nitrogendan total nitrogen. Selain itu, LCPKS adalah senyawakoloid dengan kandungan air sebesar 95-96%, minyaksebesar dan total solid 4-5% termasuk 2-4%suspended solids.[2] Tabel 1 menunjukkan karakteristikLCPKS.[21, 24]LCPKS yang diolah dengan mengunakan teknologikolam limbah akan menghasilkan gas metan pada ko-lam anaerobik. LCPKS yang diolah seperti ini memer-lukan areal yang luas dan biaya yang tinggi untukpemeliharaan.[8] LCPKS dengan metode kolam limbahkonvensional seperti ini memerlukan waktu tinggal se-kitar 90 hari hingga limbah dapat dikeluarkan ke badanair.[22]B. ElektrokoagulasiPenggunaan arus listrik untuk pengolahan limbahtelah dikenalkan pertama kali di Inggris pada tahun1889.[7] Elektrokoagulasi dengan menggunakan alu-minium dan besi sebagai elektroda telah dipatenkandi Amerika Serikat pada tahun 1909. Elektrokoagulasijuga telah diketahui dapat digunakan dalam proses pe-ngolahan limbah, seperti limbah tekstil, limbah minyakbumi, rumah tangga, tar sand & oil shale, sisa pen-cucian ambal, limbah chemical fiber, oil-water emul-sion, oily wastewater clay suspension, nitrite, dan sisazat warna.[7, 13] Elektrokoagulasi limbah pabrik kelapasawit belum banyak yang melakukan elektrokoagulasi pada prinsipnyaberdasarkan pada proses sel elektrolisis. Sel elek-trolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubahenergi listrik DC direct current untuk menghasilkanreaksi elektrolik. Setiap sel elektrolisis mempunyai duaelektroda, katoda dan anoda. Anoda berfungsi sebagaikoagulan dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadidi dalam sel tersebut. Sedangkan di katoda terjadireaksi katodik dengan membentuk gelembung - gelem-bung gas hidrogen yang berfungsi untuk menaikkanflok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap didalam sel.[19] Reaksi yang terjadi pada sel elektrodadengan anoda dan katoda yang digunakan aluminiumadalahAnodaAl →Al+3 + 3e6Proses anodik mengakibatkan terlarutnya logam alu-minium menjadi molekul ion Al+3. Ion yang terbentukini, di dalam larutan akan mengalami reaksi hidrolisis,menghasilkan padatan AlOH yang tidak da-pat larut lagi dalam + 3H2O→AlOH 7AlOH yang terbentuk dalam larutan da-pat berfungsi sebagai koagulan untuk proses koagulasi-flokulasi yang terjadi pada proses selanjutnya di dalamsel elektrokoagulasi. Setelah proses koagulasi-flokulasiini selesai maka kontaminan-kontaminan yang be-rada dalam air buangan dapat terpresipitasi dengansendirinya.[4, 19]Katoda2H2O+ 2e→H2+ 2OH−8AtauO2+ 2H2O+ 4e→4OH−9Reaksi sel merupakan hasil reaksi dari proses anodikdan katodik yang terjadi secara serentak, laju mol eqi-valen yang sama pada masing-masing elektroda. Hasilreaksi sel yang terjadi sangat bervariasi. Dapat berupabahan-bahan yang terlarut dan ion-ion terlarut sepetiAl+3 dan OH−atau berupa bahan padatan yang tidakdapat larut seperti Al2O3, AlOH3, dan pembentukanH2.[9, 11, 16] Berlangsungnya proses reaksi elektrodikmengakibatkan terjadinya perubahan komposisi elek-trolit terutama kenaikan pH karena adanya pelepasanOH−dan gas H2pada reaksi katodik. Besar ataukecilnya pengaruh-pengaruh tersebut tergantung padarapat arus katoda dan jumlah Al+3 yang terhidroli-sis.[1] Adanya kenaikan pH karena reaksi katodik padapermukaan katoda akan mengakibatkan logam Alu-minium terlapisi oleh suatu lapisan hidroksida yangmengendap pasivitas.Teknologi elektrokoagulasi merupakan bagian dariilmu elektrolisa. Elektrolisa diketahui telah sejak lamadikenal dalam ilmu kimia maupun fisika. Elektrokoag-ulasi berkembang pada tahun 1980-an walaupun paten-nya sendiri pertama kali diperkenalkan di Englandpada tahun 1956.[14] Belakangan ini, teknologi ini men-jadi perhatian kembali karena selain untuk pengelolaanair limbah, elektrokoagulasi juga dapat di gunakan se-bagai penghasil energi melalui terbentuknya gas METODOLOGIA. Bahan dan AlatSel elektrokoagulasi dioperasikan dengan menggu-nakan penyearah arus, power supply dengan rentangarus listrik 0-60 ampere dan tegangan listrik 0-15 volt,ampere meter digital dengan rentang arus listrik 0-20ampere dan voltmeter digital dengan rentang tegan-gan listrik 0-300 volt DC. Pengaruh tegangan listrikterhadap penurunan COD dan beberapa parameterlain diobservasi dalam waktu reaksi selama 1 hingga8 jam di dalam reaktor. Volume reaktor yang di-gunakan adalah 70 liter. Lembaran aluminium yangtelah dipotong sesuai dengan ukuran, dihubungkan de-ngan power supply PS. Setengahnya dengan kutubProsiding InSINas 2012 EN-58 0643 Muhammad Ansori NasutionTABE L 1 Karakteristik LCPKS[21]Parameter Konsentrasi mg/L Unsur Konsentrasi mg/LLemak dan minyak Potassium oxygen demand Magnesium 615Chemical oxygen demand Kalcium 439Total solid Phosphor 180Suspended solids Besi 46,5Total volatile solids Boron 7,6Nitrogen Total 750 Zinc 2,3Ammonicals nitrogen 35 Mangan 2,0Tembaga 0,89positip PS, bertindak sebagai katoda, dan setengahnyalagi dihubungkan dengan kutub negatip PS, selanjut-nya berindak sebagai Anoda GAM BA R 1. Rangkaianyang digunakan merupakan rangkaian paralel. Berataluminium telah ditimbang sebelum dan setelah pro-ses. Pelat aluminium yang digunakan adalah pelatyang umum di pasaran dengan kandungan Al sebesar95∼99%. Tebal pelat yang digunakan sebesar 3 larutan elektrolit yang digunakan adalahLCPKS. LCPKS diambil dari fat pit dengan kandunganCOD sekitar mg/l, LCPKS diambil dari PKSAdolina Perkebunan Nusantara 1 Skema pengolahan sel elektrokoagulasiB. Pengoperasian SelSebelum pengoperasian proses elektrokoagulasi, se-mua bahan dan alat yang digunakan harus dalamkeadaan baik, bagi menjamin tidak ada masalah padaproses yang akan dilakukan. Perhatian juga dilebihkankepada elektroda dan kabel yang merupakan salah satufaktor penting dalam arus listrik, karena dapat menu-runkan besar arus listrik apabila sambungan kedua-duanya tidak dalam keadaan baik. Pengoperasian dim-ulai dengan memasukkan cairan pada reaktor. Sete-lah itu elektroda dipasang ke dalam reaktor denganmenyambungkan kabel kepada setiap listrik yang digunakan berasal dari listrik ACyang dirubah menjadi arus DC menggunakan DCpower supply dan rectifier sehingga memudahkandalam mengatur tegangan yang akan melewati rangka-ian sel. Dalam waktu tertentu dilakukan analisis sam-ple dalam waktu 8 jam dengan interval 1 jam. Selu-ruh analisis dilakukan sesuai dengan metode elektroda setelah reaksi akan mangalamipasivitas sehingga diperlukan pembersihan pada per-mukaan elektroda dengan menggunakan kertas pasirgrade 400. Penelitian dilakukan dengan variasi tegan-gan 2 hingga 4 HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil VisualHasil visual yaitu pengurangan kekeruhan penggu-naaan elektrokoagulasi pada pengolahan limbah di-tunjukkan pada GAM BA R 2. Limbah fat-pit yang di-gunakan sebagai elektrolit pada penelitian ini menga-lami perubahan warna dari coklat kekuningan menjadiberwarna putih jernih. Sedangkan limbah keluaran ko-lam anaerobik mengalami perubahan warna dari padahitam menjadi warna putih jernih. Perubahan warnayang terjadi karena pengotor telah dihilangkan dalamproses elektrokoagulasi. Pengotor ini yang menjadipenyebab adanya warna hitam dan coklat pada tersebut hilang dua cara, yaitu pengotor yanglebih beratkan terbawa ke dasar reaktor proses koagu-lasi dan pengotor lebih ringan akan mengapung keatasreaktor proses pengapungan.B. Perubahan pHPerubahan pH dalam penelitian ini ditunjukan padaGAMBAR 3menunjukkan perubahan pH limbah yangterjadi sewaktu proses dijalankan. Gambar tersebut me-nunjukkan kenaikan pH yang terjadi pada tegangantegangan 2 volt, 3 volt dan 4 volt. Berdasarkan GAM-BAR 3, nilai pH ketika penelitian dijalankan mengalamikenaikan sejalan dengan penambahan waktu seluruh jenis limbah yang digunakan menga-lami kenaikan pH. Kenaikan pH ini karena bertambah-nya waktu retensi menyebabkan bertambah banyak ionOH−yang dilepaskan kedalam cairan elektrolit. Ion in-ilah yang akan menaikan nilai pH dalam cairan InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-59GAM BAR 2 Perubahan warna warna yang terjadi, a limbah fatpit, b limbah anaerobik dan c air biogasBerdasarkan GAMBAR 3a, kenaikan pH semakintinggi apabila tegangan semakin tinggi 2 Volt, pH awal bernilai 4,5 meningkat dalam waktu 8 jam, yaitu kenaikan sebesar 3,43%.Untuk tegangan tegangan 3 dan 4 volt, terdapat ke-naikan masing masing 3,55% dan 5,57%. GAMBAR 3b menunjukkan perubahan pH limbah keluaran ko-lam anaerobik. Berdasarkan gambar ini, pada tegan-gan 2 Volt, pH awal bernilai 7,5 meningkat menjadi7,75 dalam waktu 8 jam sehingga terdapat peningkatansebesar 3,23%. Pada tegangan 3 dan 4 volt terdapat ke-naikan sebesar 4,23 % dan 4,9 %. GAMBAR 3c menun-jukkan perubahan pH air biogas. Pada tegangan 2 Volt,pH awal 7,5 naik menjadi 7,69 dalam waktu 8 jam se-hingga terjadi kenaikan sebanyak 2,47%. Pada tegan-gan 3 dan 4 volt terjadi kenaikan sebanyak 6,98% dan8,53%.Kenaikan tegangan listrik pada reactor elektrokoag-ulasi akan membawa kenaikan nilai arus listrik se-hingga akan meningkatkan daya kerja dalam reaktorelektrokoagulasi. Kenaikan pH ini menandakan bahwaadanya reaksi yang terjadi di dalam reaktor teruta-manya di katoda. Dalam proses elektrolisis, katodamenghasilkan ion OH−yang akan menaikkan nilai 3 grafik perubahan pH, a perubahan pH pada limbahfat pit, b limbah anaerobik dan c air biogasKenaikan pH berbanding lurus dengan kenaikan tegan-gan dan penambahan waktu Pengurangan COD Limbah CairSalah satu cara untuk menilai unjuk kerja elektrokag-ulasi adalah dengan mengukur pengurangan keperluanoksigen kimia COD. Pengukuran dilakukan sesuaidengan EPA Method 4104. Limbah yang digunakanadalah limbah Fat-pit, limbah cair keluaran kolamanaerobik dan limbah keluaran biogas. Limbah fat-pitdan limbah keluaran kolam anaerobik memiliki kan-dungan pengotor yang sangat tinggi.[3, 5, 12, 25] Kan-dungan pengotor inilah yang membuat kandunganCOD di dalam limbah semakin tinggi. KandunganCOD limbah Fat-pit yang digunakan sekitar InSINas 2012 EN-60 0643 Muhammad Ansori Nasutionppm sehingga ppm, sedangkan kandungan CODkeluaran kolam anaerobik sekitar sampai BAR 4merupakan grafik penurunan kandunganCOD, Berdasarkan GAMBAR 4dapat dilihat bahwa ni-lai COD sepanjang pengujian dijalankan telah menga-lami pengurangan. Pengurangan COD terjadi sejalandengan bertambahnya waktu retensi. Hal ini karenakoagulan dan gas yang menghilangkan pengotor sema-kin bertambah banyak dengan semakin BAR 4a adalah penurunan COD pada limbahFat-pit, pengurangan COD pada 4 volt adalah pen-gurangan paling besar apabila dibandingkan dengantegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan COD pada 4 voltbernilai 76,9% dalam waktu retensi 8 jam. Nilai pen-gurangan COD pada 2 dan 3 volt adalah 56,30% dan76,85% dengan waktu 8 jam. GAMBA R 4b adalahgrafik penurunan COD limbah anaerobik. PenurunanCOD pada 4 volt diperoleh 87,50% dalam waktu retensi8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 62,39% dan 64,42% de-ngan waktu retensi yang sama. GAMBA R 4c adalahgrafik penurunan COD pada 4 volt adalah penguran-gan paling besar yang terjadi bila dibandingkan dengantegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan COD pada 4 voltsebesar 81,18% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan3 volt sebesar 74,95 % dan 75 % dengan waktu retensiyang COD semakin besar dengan pening-katan tegangan yang diberikan. Bila dikaitkan de-ngan perubahan pH pada keadaan ini, peningkatan pHterbesar juga terjadi pada tegangan 4 volt. Dari kai-tan ini bermakna kenaikan pH juga membawa pen-gurangan COD semakin meningkat. Nilai teganganyang lebih tinggi akan memberikan arus yang lebih be-sar kepada proses elektrokoagulasi. Dengan tingginyanilai arus akan meningkatkan reaksi dalam reaktorsehingga menghasilkan koagulan yang lebih banyakuntuk melakukan pengendapan pengotor. Pengotorini merupakan penyebab kandungan COD dalam lim-bah. Logam aluminium dalam proses Elektrokoagu-lasi akan membentuk molekul aluminium hidroksida selalu digunakan dalam pengo-lahan limbah dalam bentuk molekul parameter waktu retensi, semakin lamawaktu retensi akan menyebabkan semakin banyakkoagulan dan gas terbentuk. Semakin lama wakturetensi menyebabkan kandungan COD semakin banyakberkurang. Apabila keadaan ini dibiarkan atau prosestetap dilanjutkan dengan waktu retensi yang lebih lamadan beban kandungan COD tetap, koagulan berlebihakan terlihat pada dasar reaktor. Kelebihan koagu-lan merupakan salah satu waktulah dalam proses elek-trokoagulasi sehingga terjadi pemborosan. Kelebihankoagulan ini juga terjadi pada penelitian elektrokoagu-GAMBAR 4 Grafik penurunan CODlasi oleh Matteson et al. 1995.Dalam proses pengurangan kandungan COD ini,faktor yang mempengaruhi adalah koagulan. Koagu-lan berasal dari ion Al3+. Ion ini terjadi sewaktu pro-ses Elektrokoagulasi terjadi. Ion ini akan menjadi alu-minium hidroksida yang membuat pengotor menjadilebih stabil dan mengendap di dasar reaktor. Hasilpengurangan COD pada penelitian ini lebih tinggi daripada hasil yang diperoleh oleh Agustin et al. 2008dalam elektrokoagulasi limbah cair PKS. hanya mem-peroleh nilai pengurangan COD sebesar 30% dalamwaktu retensi selama 6 jam. Selain itu, Ugurlu et al. telahmelaporkan bahwa diperoleh 75% pengurangan CODdengan menggunakan elektrokoagulasi sebagai pengo-lahan limbah pabrik kertas.[1] Perbedaannya, COD airProsiding InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-61sisa pabrik kertas adalah 86 kali lebih rendah dari padalimbah elektrokoagulasi sebagai sistem untuk menu-runkan COD juga dilaporkan peneliti lainnya, denganmenggunakan elektrokoagulasi untuk pengolahan lim-bah tekstil dengan memperoleh 50% pengurangan CODdalam waktu 10 menit waktu retensi.[6]D. Total SolidTotal solid TS adalah jumlah padatan yang terda-pat dalam substrat baik padatan yang terlarut maupunyang tidak terlarut. Nilai total solid limbah awal padapenelitian ini adalah sekitar mg/l untuk minyakfat-pit, mg/ untuk limbah keluaran anaerobikdan 100- 500 untuk limbah BAR 5menunjukkan penurunan kandungan To-tal solid. Berdasarkan GAM BAR 5, terdapat penguran-gan total padatan. Pengurangan total padatan terjadiberbanding lurus dengan pertambahan waktu BAR 5a menunjukkan pengurangan total padatanlimbah fat-pit. pengurangan total padatan tegangan 4volt adalah pengurangan paling besar yang terjadi apa-bila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 volt. Pen-gurangan total padatan pada 4 volt berjumlah 84,84%dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar76,44% dan 83,47%. GAMBAR 5b menunjukkan pengu-rangan total padatan yang terjadi pada limbah keluarankolam anaerobik. Pengurangan total padatan pada 4volt diperoleh 75% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2dan 3 volt sebesar 60,99 % dan 70,72%. GA MBAR 5cmenunjukkan pengurangan total padatan pada air bio-gas. Pengurangan total padatan pada 4 volt diperoleh82,89% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 voltsebesar 67,80% dan 80%.Pengurangan total padatan semakin besar denganpeningkatan tegangan yang diberikan. Bila dikaitkandengan perubahan pH, COD dan TSS pada keadaan ini,peningkatan terbesar juga terjadi pada tegangan 4 Gas Hidrogen DihasilkanUntuk mengetahui gas hidrogen yang dihasilkan di-lakukan dengan pendekatan menggunakan persamaanyang dihasilkan beberapa peneliti bidang elektrolisayang menyatakan bahwa setiap 0,05 gram aluminiumakan menghasilkan gram gas hidrogen.[20] Hasilpenelitian ini juga di laporkan oleh Kulakov dan Ross2007 yang menyatakan bahwa perbandingan antaramassa gas hidrogen dihasilkan dengan massa alu-minium yang larut sebesar 0,11. Kalau diteliti lebih lan-jut, nilai 0,11 ini adalah sama dengan rasio massa an-tara logam aluminium dengan gas hidrogen massa ini sesuai dengan rasio molar pada reaksitotal sel pada elektrokoagulasi. Adapun reaksi total seladalah sebagai berikutGAM BAR 5 Grafik penurunan nilai total padatan limbah Fat-pit2Als + 6H2O+ 2OH−aq →2[AlOH4]−aq + 3H2g 10Berdasarkan persamaan di atas, didapat massa gashidrogen yang dihasilkan pada penelitian ini ditun-jukan pada GAM BA R 6. Berdasarkan gambar ini, terlihatbahwa dengan kenaikan tegangan diberikan pada reak-tor membawa kenaikan terhadap gas hidrogen dihasil-kan. Dengan semakin tinggi tegangan diberikran makasemakin banyak massa logam aluminium yang larut,hal ini membawa makin banyak gas hidrogen dihasil-kan. Gas hidrogen yang dihasilkan maksimum adalah8,6 gram pada elektrokoagulasi limbah gambar di atas, jumlah gas hidrogen di-Prosiding InSINas 2012 EN-62 0643 Muhammad Ansori NasutionGAM BAR 6 Grafik energi dihasilkanhasilkan oleh limbah yang berasal dari kolam anaeroblebih tinggi dibandingkan dengan energi yang diha-silkan limbah yang berasal dari fat pit maupun lim-bah keluaran dari reaktor biogas. Hal ini karena pro-ses elektrolisis pada kondisi asam akan menghasilkangas hidrogen yang lebih besar. Bila dibandingkan diantara ketiga sumber limbah yang diolah, pH limbahkeluaran kolam anaerobik dan fat pit memiliki pH yanghampir sama. pH pada kolam ini adalah sebesar 4∼ pH keduanya hampir sama tetapi energiyang dihasilkan lebih besar pada kolam anaerobik. Halini karena pada kolam anaerobik memiliki lebih sedikitlumpur atau solid. Sehingga dengan banyaknya solidatau lumpur menyebabkan kontak antara elektroda de-ngan elektrolit akan menjadi kurang KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukanpada setiap kolam limbah yang berbeda, menun-jukan bahwa semakin lama waktu retensi dan semakintinggi tegangan listrik yang diberikan pada elektrodaaluminium dalam pengolahan limbah semakin besarpersentasi penurunan terhadap parameter COD, totalpadatan serta peningkatan nilai pH dan gas akan lebih baik jika luas kontak antara elek-troda dengan elektrolit lebih hasil penurunan parameter terkait de-ngan pengolahan limbah, hasil yang didapat padapenelitian ini tidak dapat mendapatkan kandunganCOD di bawah 250 ppm. Oleh karena itu, penggu-naan reaktor elektrokoagulasi ini perlu diintegrasikandengan teknologi lain seperti teknologi pengomposan,kolam aerobik atau dengan teknologi membran. Selaindengan integrasi diatas, memungkinkan juga untuk di-lakukan desain ulang terhadap reaktor sehingga akandidapatkan unjuk kerja yang lebih dibandingkan pengaruh elektrokoagulasi ter-hadap sumber limbah pada penelitian ini, faktor nilaikandungan awal beban awal dari parameter kualitaslimbah sangat berpengaruh terhadap unjuk kerja reak-tor. Pada saat kandungan awal tinggi, unjuk kerja akansemakin rendah. Begitu juga jika pH awal limbah padakondisi asam, persentase penurunan parameter kuali-tas limbah akan semakin PUSTAKA[1] Agustin M B, Sengpracha W P and PhutdhawongW 2008 Electrocoagulation of Palm Oil Mill Ef-fluent International Journal of Environmental Re-search and Public Health53 177-80[2] Ahmad A L, Chong M F and Bhatia S 2009 A com-parative study on the membrane based palm oilmill effluent POME treatment plant Journal ofHazardous Materials 171 166E4[3] Ahmad A L, Ismail S and Bhatia S 2003 Water re-cycling from palm oil mill effluent POME usingmembrane technology Desalination 157 87-95[4] Behbahani M, Moghaddam M R A and Arami M2011 Techno-economical evaluation of fluoride re-moval by electrocoagulation process Optimiza-tion through response surface methodology De-salination271 209-18[5] Bhatia S, Othman Z and Ahmad A L 2007b Pre-treatment of palm oil mill effluent POME usingMoringa oleifera seeds as natural coagulant Jour-nal of Hazardous Materials145 120E[6] Can O T, Kobya M, Demirbas E and Bayramoglu M2006 Treatment of the textile wastewater by com-bined electrocoagulation Chemosphere62 181E[7] Chen G 2004 Electrochemical technologies inwastewater treatment Separation and PurificationTechnology38 11-41[8] Guthrie Plantation and Agriculture Service b 1995Guthrie Palm Oil Mill Executives Course Singa-pore Mc Graw Hill Book-Co[9] Kargi F, Catalkaya E C and Uzuncar S 2011 Hidro-gen Gas Production from Waste Anaerobik Sludgeby Electrohydrolysis Effects of Applied DC Volt-age International Journal of Hidrogen Energy362049-56[10] Kilic M G and Hosten C 2010 A comparative studyof electrocoagulation and coagulation of aqueoussuspensions of kaolinite powders Journal of Haz-ardous Materials176 735-40[11] Kirtay E 2011 Recent advances in production ofhidrogen from biomass Energy Conversion andManagement52 1778E9[12] Lam M K and Lee K T 2011 Renewable and sus-tainable bioenergies production from palm oil milleffluent POME Win-win strategies toward bet-ter environmental protection Biotechnology Ad-vances29 124-41[13] Liu H, Zhao X and Qu J 2010 Electrochemistry forthe Environment, ed C Comninellis and G ChenNew York Springer Science+Business Media pp245-62Prosiding InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-63[14] Matteson, J. M, Dobson R L, Robert W. GlennJ, Kukunoor N S, III W H W and Clayfield E J1995 Electrocoagulation and Separation of Aque-ous Suspensions of Ultrafine Particles, Colloidsand Surface A Physicochemical and EngineeringAspects. Colloids and Surfaces104 101-9[15] Nasution M A, Yaakob Z, Ali E, Tasirin S M andAbdullah S R S 2011 Electrocoagulation of Palm OilMill Effluent as Wastewater Treatment and Hidro-gen Production Using Electrode Aluminum J. Env-iron. 1332-9[16] Niam M F, Othman F, Sohaili J and Fauzia Z2007 Removal of COD and Turbidity to ImproveWastewater Quality Using electrocoagulation tech-nique The Malaysian Journal of Analytical SciencesVol 11, No 1 198-205[17] Pamin K, Siahaan M M and Tobing P L 1996 Pe-manfaatan Limbah Cair PKS pada Perkebunan Ke-lapa Sawit di Indonesia. In Lokakarya NasionalPemanfaatan Limbah Cair cara Land Application,Jakarta[18] Phalakornkule C, Sukkasem P and MutchimsatthaC 2010 Hidrogen recovery from the electrocoagula-tion treatment of dye-containing wastewater Inter-national Journal of Hidrogen Energy 35 10394-943[19] Pletcher D and Walsh F C 1993 Industrial Electro-chemistry Cambridge Blackie Academic and Pro-fesional[20] Siregar Y D I 2010 Produksi Gas Hidrogen DariLimbah Alumunium Valensi2 362-7[21] Sumathi S, Chai S P and Mohamed A R 2008 Uti-lization of oil palm as a source of renewable energyin Malaysia Renewable and Sustainable Energy Re-views12 2404E1[22] Wulfert K, Darnoko, Tobing P L, Yuliasari R andGuritno P 2002 Treatment of POME in AnaerobikFixed Bed Digesters. In International Oil PalmConference,[23] Wulfert K, Gindulis W, Kohler M, Darnoko D, To-bing P L and Yuliasari R 2000 Pengolahan Lim-bah Cair Pabrik Kelapa Sawit Secara Anaerobik. InProsiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit PusatPenelitian Kelapa Sawit.[24] Yacob S, Hassan M A, Shirai Y, Wakisaka M andSubash S 2005 Baseline study of methane emissionfrom open digesting tanks of palm oil mill effluenttreatment Chemosphere59 1575E1[25] Yejian Z, Li Y, Xiangli Q, Lina C, Xiangjun N, Zhi-jian M and Zhenjia Z 2008 Integration of biolog-ical method and membrane technology in treatingpalm oil mill effluent Journal of Environmental Sci-ences20 InSINas 2012 ... Menurut Nasution, 2012, elektroda positif anoda berfungsi sebagai koagulan dalam proses koagulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Reaksi katodik terjadi pada elektroda negatif katoda dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi menaikkan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam sel. ...Ino Eben Lasroha Haji AbdullahSukmawaty Sukmawaty Diah Ajeng SetiawatiThis study aims to process tofu wastewater by using the electrocoagulation method and determine TSS, TDS, and pH efficiency. The Electrocoagulation system was designed based on an electrocoagulation general standard called batch systems. This study used voltage variations of 10, 20, and 30 volts and exposure time during 60, 120, and 180 minutes. The parameters observed were Total Suspended Solid TSS, Total Dissolved Solid TDS, and acidity pH. This study used fresh tofu wastewater with temperature 40-50oC, with a volume of 2000 ml wastewater in one time of electrocoagulation process. The results showed that the designed electrocoagulation system could reduce TSS concentration until and TDS and increasing pH approaching the neutral value. However, the concentration value of TSS and TDS was still above the quality standard. Initial characteristics of tofu wastewater with pH TSS mg/L, and TDS mg/L after electrocoagulation process gained pH values TSS mg/L, and TDS mg/ EC is becoming a popular process to be used for wastewater treatment. The removal of COD and turbidity from wastewater by EC using iron Fe electrode material was investigated in this paper. Several working parameters, such as pH, current density, and operating time were studied in an attempt to achieve a higher removal capacity. Wastewater sample was made from milk powder with initial COD of 1140 mgL -1 and turbidity of 491 NTU. Current density was varied from to mA cm -2 , and operating time of between 30 and 50 minutes. The results show that the effluent wastewater was very clear and its quality exceeded the direct discharge standard. The removal efficiencies of COD and turbidity were high, being more than 65 % and 95 %. In addition, the experimental results also show that the electrocoagu lation can neutralize pH of wastewater. Abstrak Elektrokoagulasi EC merupakan suatu proses yang populer untuk digunakan pada perawatan air sisa. Penyingkiran COD dan kekeruhan daripada air sisa oleh EC yang menggunakan material elektrod besi Fe telah diselidiki dalam kertas kerja ini. Beberapa parameter, seperti pH, kerapatan arus dan masa perawatan dikaji dalam percubaan untuk mendapatkan kadar penyingkiran lebih tinggi. Air sisa dibuat dari tepung susu dengan nilai awal COD 1140 mgL -1 dan kekeruhan 491 NTU. Kerapatan arus divariasi dari hingga mA cm -2 , dan masa perawatan antara 30 dan 50 minit. Keputusan kajian mendapati bahawa efluen air sisa sangat jernih dan sesuai dengan piawai pelepasan. Efisiensi penyingkiran COD dan kekeruhan adalah tinggi, menjadi lebih dari 65 % dan 95 %. Sebagai tambahan, keputusan kajian juga mendapati bahawa elektrokoagulasi dapat meneutralkan pH air sisa. Introduction The reuse of wastewater has become an absolute necessity. Demands to the cleaning industrial and domestic wastewater to avoid environmental pollution and especially contamination of pure water resources are becoming national and international issues. Innovative, cheap and effective methods of purifying and cleaning wastewater before discharging into any other water systems are needed. Electrocoagulation EC due to some advantages over chemical coagulation is becoming a popular process to be used for wastewater oil mill effluent POME is highly polluting wastewater generated from the palm oil milling process. Palm oil mill effluent was used as an electrolyte without any additive or pretreatment to perform electrocoagulation EC using electricity direct current ranging from 2 to 4 volts in the presence of aluminum electrodes with a reactor volume of 20 L. The production of hydrogen gas, removal of chemical oxygen demand COD, and turbidity as a result of electrocoagulation of POME were determined. The results show that EC can reduce the COD and turbidity of POME by 57 and 62%, respectively, in addition to the 42% hydrogen production. Hydrogen production was also helpful to remove the lighter suspended solids toward the surface. The production of AlOHXHO at the aluminum electrode anode was responsible for the flocculation-coagulation process of suspended solids followed by sedimentation under gravity. The production of hydrogen gas from POME during EC was also compared with hydrogen gas production by electrolysis of tap water at pH 4 and tap water without pH adjustment under the same conditions. The main advantage of this study is to produce hydrogen gas while treating POME with EC to reduce COD and turbidity effectively. Chan PhalakornkulePisut SukkasemChinnarat MutchimsatthaIn this paper, a technique of hydrogen recovery from an electrocoagulation process treating dye-containing wastewater is presented. The electrocoagulation system used consists of a continuous-mode electrocoagulator connected with a gas separation tank and two sedimenters. It is shown that a significant amount of hydrogen can be harvested using the gas separation tank whose configuration follows that of a conventional upflow anaerobic sludge bed. The experimental hydrogen yields obtained were comparable with those calculated from theory. The electrical energy demand of the electrocoagulation process for treating Reactive Blue 140 and Direct Red 23 was and respectively, while the energy yield of harvested hydrogen was The quality of water treated by the electrocoagulation system was satisfactory, the color, COD and TS removal were 99%, 93% and 89%, J. MattesonRegina L. DobsonRobert W. GlennEric J. ClayfieldConventional methods for the removal of suspended ultrafine particulates in industrial effluents and wastewater treatment frequently involve the bulk addition of inorganic coagulants aluminum or ferric salts. This electrolytic dosing is followed by sedimentation to obtain a clarified supernatant liquid. The increased size of the coagulated material facilitates subsequent solid-liquid separation processes such as alternative separation treatment for ultrafine particles is electrocoagulation, which involves the in situ formation of ions by electrolysis. This generation of ions is succeeded by the electrophoretic concentration of the particulates in the immediate region surrounding the electrode. The addition of the electrochemically generated reagent can be controlled by adjusting the supplied power, thereby enabling optimization of the effective performance of the electrocoagulation technique was evaluated with kaolinite suspensions, using a batch, stirred cell system, and a continuously flowing suspension through a series of stirred cells. Particular attention was focused on determining the rate constants for the kinetics of the particulate coagulation process. The parameters examined were electrode voltage, residence time, particle concentration, and suspension flow rate. The results showed that the electrocoagulation rate follows a second order relationship, accounting for the electrophoretic movement of the particles toward the is currently the world's largest producer and exporter of palm oil. Malaysia produces about 47% of the world's supply of palm oil. Malaysia also accounts the highest percentage of global vegetable oils and fats trade in year 2005. Besides producing oils and fats, at present there is a continuous increasing interest concerning oil palm renewable energy. One of the major attentions is bio-diesel from palm oil. Bio-diesel implementation in Malaysia is important because of environmental protection and energy supply security reasons. This palm oil bio-diesel is biodegradable, non-toxic, and has significantly fewer emissions than petroleum-based diesel petro-diesel when burned. In addition to this oil, palm is also a well-known plant for its other sources of renewable energy, for example huge quantities of biomass by-products are developed to produce value added products such as methane gas, bio-plastic, organic acids, bio-compost, ply-wood, activated carbon, and animal feedstock. Even waste effluent; palm oil mill effluent POME has been converted to produce energy. Oil palm has created many opportunities and social benefits for the locals. In the above perspective, the objective of the present work is to give a concise and up-to-date picture of the present status of oil palm industry enhancing sustainable and renewable energy. This work also aims to identify the prospects of Malaysian oil palm industry towards utilization of oil palm as a source of renewable release of greenhouse gases, especially CO2 and CH4 has been recognized as one of the main causes of global warming. Several measures under the Kyoto Protocol 1997 have been drawn up to reduce the greenhouse gases emission. One of the measures is Clean Development Mechanisms CDM that was created to enable developed countries to cooperate with developing countries in emission reduction activities. In Malaysia, palm oil industry particularly from palm oil mill effluent POME anaerobic treatment has been identified as an important source of CH4. However, there is no study to quantify the actual CH4 emission from the commercial scale wastewater treatment facility. Hence, this paper shall address the CH4 emission from the open digesting tanks in Felda Serting Hilir Palm Oil Mill. CH4 emission pattern was recorded for 52 weeks from 3600 m3 open digesting tanks. The findings indicated that the CH4 content was between and which was lower than the value of 65% reported earlier. The biogas flow rate ranged between min-1m-2 and min-1m-2. Total CH4 emission per open digesting tank was kgday-1. Relationships between CH4 emission and total carbon removal and POME discharged were also discussed. Fluctuation of biogas production was observed throughout the studies as a result of seasonal oil palm cropping, mill activities, variation of POME quality and quantity discharged from the mill. Thus only through long-term field measurement CH4 emission can be accurately oil industry is the most important agro-industry in Malaysia, but its by-product-palm oil mill effluent POME, posed a great threat to water environment. In the past decades, several treatment and disposal methods have been proposed and investigated to solve this problem. A two-stage pilot-scale plant was designed and constructed for POME treatment. Anaerobic digestion and aerobic biodegradation constituted the first biological stage, while ultrafiltration UF and reverse osmosis RO membrane units were combined as the second membrane separation stage. In the anaerobic expanded granular sludge bed EGSB reactor, about 43% organic matter in POME was converted into biogas, and COD reduction efficiency reached 93% and 22% in EGSB and the following aerobic reactor, respectively. With the treatment in the first biological stage, suspended solids and oil also decreased to a low degree. All these alleviated the membrane fouling and prolonged the membrane life. In the membrane process unit, almost all the suspended solids were captured by UF membranes, while RO membrane excluded most of the dissolved solids or inorganic salts from RO permeate. After the whole treatment processes, organic matter in POME expressed by BOD and COD was removed almost thoroughly. Suspended solids and color were not detectable in RO permeate any more, and mineral elements only existed in trace amount except for K and Na. The high-quality effluent was crystal clear and could be used as the boiler feed Limbah Cair PKS pada Perkebunan Kelapa Sawit di IndonesiaK PaminM SiahaanP L TobingPamin K, Siahaan M M and Tobing P L 1996 Pemanfaatan Limbah Cair PKS pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. In Lokakarya Nasional Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application, JakartaIndustrial Electrochemistry Cambridge Blackie Academic and ProfesionalD PletcherF C WalshPletcher D and Walsh F C 1993 Industrial Electrochemistry Cambridge Blackie Academic and ProfesionalTreatment of POME in Anaerobik Fixed Bed DigestersK WulfertDarnokoP L TobingYuliasari R GuritnoWulfert K, Darnoko, Tobing P L, Yuliasari R and Guritno P 2002 Treatment of POME in Anaerobik Fixed Bed Digesters. In International Oil Palm Conference,
Limbahcair pabrik kelapa sawit terdiri atas padatan terlarut dan tersuspensi, berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan Biochemical Oxygen Demand Limbah cair pabrik kelapa sawit pada kolam anaerobik sekunder dengan kandungan BOD 3.500 - 5.000 mg/L mengandung unsur hara P 675 mg/L, N 90 - 110 mg/L, K 1.000 -
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Perkebunan kelapa sawit menjadi komoditas utama di Indonesia, dalam artian penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terutama di Provinsi Kalimantan. Dari adanya perkebunan sawit dapat meningkatkan lapangan pekerjaan dan menjadi prospek untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sehari-hari. Kebupaten Ketapang merupakan salah satu kabupaten penghasil sawit terbesar di Provinsi Kalimantan. Dengan bertambahnya luas area perkebunan sawit maka pabrik industri juga bertambah. Namun masyarakat ataupun pihak swasta belum memahami betapa pentingnya mengutamakan aspek lingkungan, membuka lahan perkebunan sawit kebanyakan dipakai dengan cara membakar lahan. Hal ini dinilai dapat menghemat biaya pengeluaran dan efisien waktu. Ini yang terjadi tiap tahun di Indonesia mengalami penggundulan hutan, mengakibatkan kabut asap, terutama di Kabupaten Ketapang yang cukup parah. Untuk mengetahui bagaimana dampak keberadaan pabrik kelapa sawit di Kabupaten Ketapang, maka dilakukan metode pendekatan kuantitatif. Metode analisis yang digunakan dalam mengkaji penelitian ini yaitu menggunakan metode analisis pembobotan scoring, analisis indeks pencemaran air, dan analisis Geospatial Information System. Sedangkan untuk sampel, dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini didasarkan pada metode puposive random sampling. Sedangkan untuk pengambilan sampel analisis kualitas air dilakukan penentuan titik pengambilan sampel air menggunakan Sample Survey Method, yaitu metode pengambilan sampel dilakukan dengan membagi daerah penelitian menjadi segmen atau titik yang diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Pada analisis Persepsi masyarakat menggunakan metode analisis Purata Geometrik untuk menghitung hasil kuesioner. Parameter yang dilakukan analisis persepsi ini berupa baik, sedang, dan buruk. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 responden dikelompokan menjadi dua yaitu 82% kelompok laki-laki dan 18% kelompok perempuan. Hasil menunjukkan bilaKualitas udara sesudah adanya pabrik dalam kondisi buruk. Masyarakat lokal yang berpendapat bahwa polusi udara dari pabrik meresahkan masyarakat, dimana mengeluarkan bau menyengat dan munculnya lalat di permukiman masyarakat, dan masyarakat juga merasakan sesak nafas yang dapat merusak Kabupaten Ketapang juga mengakui bahwa kondisi air sungai tercemar yang diakibatkan oleh limbah pabrik yang dengan sengaja membuang air limbah ke sungai, ini mengakibatkan ikan yang ada di sungai mati keracunan limbah, ikan yang mati mencapai 2 jalan di Kabupaten Ketapangkhususnya jalan di sekitar pabrik pengolahan kelapa sawit rusak, hal ini dikarenakan adanya mobilitas truk pengangkut sawit yang belalu lalang di jalan Kolektor Sekunder tersebut. Jalan menjadi rusak dan berlubang, hal ini semakin diperparah jika hujan ekonomi selama keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit memberikan dampak baik dengan adanya kegiatan ekonomi barang dan jasa yang dilakukan oleh masyarakat sekitar pabrik sebagai salah satu mata pencaharian baru yang terbentuk dari adanya pabrik. Sedangkan dampak buruk yang dirasakan masyarakat adalah peluang kerja yang minim sebagai tenaga kerja buruh pabrik karena pabrik tidak mengutamakan tenaga kerja lokal. Kondisi kualitas udara di Kabupaten Ketapang berdasarkan hasil analisis fisik mengidentifikasi bahwa pada tahun 2017 sampai 2021 mengalami kenaikan gas NO2 disebabkan oleh asap cerobong pabrik, asap ini mengeluarkan bau dan bewarna hitam pekat sehingga kualitas udara ikut kualitas air sungai di Kabupaten Ketapang berdasarkan analisis fisik dengan menunjukan kualitas air berstatus cemar berat. Lihat Vox Pop Selengkapnya
Wargamenemukan limbah pabrik kelapa sawit mengalir ke sungai. Minggu, 2 September 2018 14:52 WIB. Warga mencari ikan diantara sampah dan eceng gondok di Sungai Citarum Kawasan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (26/6/2018). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, masalah utama pencemaran Sungai
Water waste in Palm Oil Mill POM is not effectively utilized yet. Before waste water discharge from POM, the waste water is processed by an aerobic treatment in several ponds to decrease the influence of organic matter. Methane gas generated in the anaerobic ponds is a Green Gas House giving a contribution to global warming impact. In Palm Oil Mill of Sei Silau located in North Sumatera, the potential generated methane gas in two anaerobic ponds has been investigated using measurement of Chemical Oxygen Demand COD of waste water in the sites. Based on the potential generated methane gas, the reduction of GHG emission is calculated, and the feasibility of the project as CDM project was Pabrik Kelapa Sawit, gas metana, gas rumah kaca, proyek CDM CleanDevelopment Mechanism,, COD Chemical Oxygen Demand Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 459Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474AbstractWater waste in Palm Oil Mill POM is not effectively utilized yet. Before waste water discharge from POM, the waste water is processed by an aerobic treatment in several ponds to decrease the influence of organic matter. Methane gas generated in the anaerobic ponds is a Green Gas House giving a contribution to global warming impact. In Palm Oil Mill of Sei Silau located in North Sumatera, the potential generated methane gas in two anaerobic ponds has been investigated using measurement of Chemical Oxygen Demand COD of waste water in the sites. Based on the potential generated methane gas, the reduction of GHG emission is calculated, and the feasibility of the project as CDM project was evaluated. Keywords Pabrik Kelapa Sawit, gas metana, gas rumah kaca, proyek CDM Clean Development Mechanism,, COD Chemical Oxygen DemandPEMANFAATAN POTENSI GAS METANA DI PABRIK KELAPA SAWIT SEI SILAU, PTPN3, SUMATERA UTARAIrhan Febijanto** Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, Deputi Teknologi Informatika, Energi dan Mineral- BPPT1. PENDAHULUANIndustri kelapa sawit di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Limbah dari proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit menghasilkan dua macam limbah, limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa cangkang dan serabut kelapa sawit telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar di pabrik kelapa sawit semenjak pabrik didirikan untuk menghasilkan listrik dan uap air yang digunakan untuk proses di pabrik. Limbah cair sampai saat ini tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain selain untuk land aplication di limbah hasil pengolahan di Pabrik Kelapa Sawit PKS pada umumnya diolah melalui cara pond treatment, yang menyediakan beberapa pond, dimana limbah mengalami degradasi dalam kurun waktu tertentu di tiap-tiap pond. Umumnya pond terdiri dari cooling pond, anaerobik pond, aerobik pond dan facultative kolam anaerobik, degradasi komponen organik pada air limbah diikuti dengan produksi gas metana. Timbulnya gas metana ini terjadi karena kondisi lingkungan pada kolam mendukung bakteri penghasil gas metana bekerja secara studi ini, dilakukan kajian pemanfaatan gas metana yang timbul dari kolam anaerobik di PKS milik PT Perkebunan Nusantara PTPN 3. Studi ini dilaksanakan untuk menjawab krisis energi dengan memanfaatkan limbah dan penanggulangan efek pemanasan global yang disebabkan oleh Gas Rumah Kaca GRK seperti gas metana. J. Tek. Ling Hal. 459 - 474 Jakarta, September 2010 ISSN 1441-318X PT Perkebunan Nusantara 3 PT Perkebunan Nusantara 3 merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara BUMN Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit CPO dan Inti Sawit Kernel dan produk hilir karetGambar 1 Lokasi PKSPTPN 3 berasal dari perkebunan milik Belanda yang pada 1958 diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1974 bentuk perusahaan berubah status menjadi PT Perkebunan Persero. Pada tahun 1994, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dilakukan penggabungan antara 3 tiga BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT Perkebunan III Persero, PT Perkebunan IV Persero, PT Perkebunan V Persero disatukan pengelolaannya ke dalam manajemen PT Perkebunan Nusantara III Persero. Selanjutnya pada tahun 1996 ketiga perseroan tersebut digabung dan diberi nama PT Perkebunan Nusantara III Persero dengan kantor pusat di Medan, Sumatera 3 ini memiliki 10 pabrik kelapa sawit PKS yang berlokasi memanjang ke arah selatan dari Medan ke arah propinsi Riau, seperti ditunjukkan di gambar 1. Nama ke 10 PKS tersebut ditunjukkan di tabel di bawah, dimana dari 10 tersebut 6 PKS berkapasitas 60 ton/jam, sisanya berkapasitas 30 ton/jam. Tabel 1 Pabrik Kelapa Sawit PTPN 3No Nama PKS Lokasi t /jam1 Rambutan Sei Rampah, Deli Serdang 302 Aek Torop Kota Pinang, Labuhan Batu 603Aek NabaraBilah Hilir, Labuhan Batu 604 Sisumut Kota Pinang, Labuhan Batu 305 Aek Raso Kota Pinang, Labuhan Batu 306 Sei Daun Kota Pinang, Labuhan Batu 607 Torganda Kota Pinang, Labuhan Batu 608 Sei Silau Buntu Pane, Asahan 609 Sei Meranti Labuhan Batu 6010 Sei Bruhur Labuhan Batu Waktu dan Lokasi PenelitianGambar 1 menunjukkan lokasi ke sel uru han pabrik kelapa sawit dan perkebunan milik PTPN 3. Area lokasi terletak bagian Timur propinsi Sumatera Utara, memanjang dari bagian utara kota Medan, memanjang ke arah Selatan sampai perbatasan propinsi Sumatera Utara dan Riau. kota Medan sebelah timur propinsi Sumatera Utara ke arah selatan sampai propinsi 10 PKS milik PTPN 3, dalam studi ini dipilih PKS berkapasitas 60 t/jam dengan operasional konstan. Diantara PKS tersebut Febijanto I, 2010 461PKS Sei Silau memiliki jumlah pengolahan TBS terbesar diantara PKS lain berkapasitas 60t/jam. Kondisi Kolam Limbah di PKS pada umumnyaGambar 2 menunjukkan kondisi umum kolam limbah di PKS Sei Silau. Nampak di gambar sebelah kanan adalah kondisi kolam pada pagi hari, dimana minyak kotor miko pada kolam anaerobik menggumpal, di sebelah kanan adalah kondisi limbah pada siang hari. Kolam limbah ini mempunyai luas rata rata 50m2 lebih dan kedalaman lebih dari 2 m. Pendangkalan kolam terjadi dengan cepat, karena padatan dialirkan ke kolam bersamaan dengan air limbah. Pembersihan lumpur/sekam tidak secara periodik dilakukan oleh PKS, hal ini mempercepat pendangkalan kolam. Pada saat dilakukan pembersihan karena kendala biaya, biasanya sekam hanya ditumpuk begitu saja di pinggir kasat mata, dari permukaan kolam pengolahan limbah nampak gelembung-gelembung yang timbul diakibatkan adanya gas metana. Gas metana ini bisa terbakar jika terkumpul dalam jumlah yang banyak di atas PKS Sei Silau, air limbah dipakai untuk pupuk di kebun dengan mengalirkan melalui pipa air limbah ke kebun sejauh 3 km. Konsentrasi BOD dijaga agar tidak lebih rendah dari 5000 mg/l. Sebagian air dari kolam terakhir dikembalikan lagi ke kolam anaerobik 1 dan 2 secara bersamaan melalui pipa pararel. Air disirkulasikan dengan 2 unit pompa berkapasitas 30 m3/ Limbah Cair Limbah cair dari pabrik kelapa sawit disebut juga POME, Palm Oil Mill Effluent. Limbah air ini berasal dari air kondensasi proses sterilisasi sekitar 15-20%, air proses klarifikasi & sentrifugasi sekitar 40-50%, dan air dari claybat/hydroclone sekitar 9-11% 1. Limbah cair yang dihasilkan dari pabrik pengolahan minyak kelapa sawit PKS dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan karena memiliki kandungan BOD Biochemical Oxygen Demand dan COD Chemical Oxygen Demand yang sangat tinggi. Tanpa proses degradasi limbah cair ini berpotensi mencemari lingkungan dan menimbulkan bau. Untuk itu sebelum dialirkan ke lingkungan sekitar, kadar BOD dan COD limbah cair tersebut harus diturunkan sesuai dengan baku 2 Minyak yang mengental seb. kiri dan kondisi kolam limbah pada umumnya seb kananAir limbah digunakan untuk Land Aplication maka sesuai dengan aturan KEPMENLH/28/20032, tidak lebih dari mg/ltr. Dengan nilai BOD ini, limbah cair dianggap masih mempunyai nutrisi yang cukup sebagai pupuk cair. Air limbah yang dibuang ke sungai, sesuai KEPMENLH/28/2003, nilai BOD harus dibawah 150 mg/ltr2. Penurunan suhu air limbah dilakukan dengan menggunakan cooling pond/cooling tower, setelah itu air limbah dialirkan ke kolam anaerobik. Sirkulasi air dari kolam aerobik ke kolam anaerobik dilakukan dengan tujuan menurunkan suhu kolam, agar sesuai untuk suhu lingkungan bakteri pembusuk, dan untuk menambah kuantitas bakteri dari kolam anaerobik. Umumnya untuk sirkulasi air limbah digunakan 2 unit pompa dengan kapasitas 30-40 m3/ Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474 462Pada PKS Sei Silau, air limbah setelah melalui outlet PKS, dialirkan ke deoiling tank, lalu ke cooling pond. Pada cooling pond ini, dilakukan pengambilan minyak dengan drum penjilat. Minyak yang diambil dikembalikan lagi ke pabrik untuk diolah menjadi CPO Crude Palm Oil. Setelah itu air limbah dialirkan ke kedua kolam anaerobik secara pararel, dan setelah melalui kolam aerobik, air limbah digunakan untuk Land Aplication, dengan mengalirkan dengan pipa sejauh 3 km ke perkebunan. Sirkulasi air dari kolam aerobik ke anaerobik menggunakan 2 unit pompa dengan kapasitas 30 m3/jam. Luasan area kolam adalah panjang 67,5m, lebar 40,0m dan kedalaman 5,0 Proses Pembentukan BiogasBiogas adalah campuran gas yang dihasilkan dari proses degradasi zat-zat organik yang terkandung di dalam air limbah hasil proses ektraksi tandan kosong menjadi minyak kelapa sawit. Proses degradasi yang terjadi dalam kondisi anaerobik ini, dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis. Pada tahap hidrolisis terjadi dekomposisi bahan biomassa kompleks menjadi glukosa sederhana memakai enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai katalis. Hasil penting tahap pertama ini adalah bahwa biomassa menjadi dapat larut ke dalam air dan mempunyai bentuk kimia lebih sederhan yang lebih sesuai untuk tahap berikutnya. Di langkah kedua terjadi dehidrogenasi pengambilan atom hidrogen dari bahan biomassa yaitu perubahan glukosa jadi asam asetat, karboksilasi pengambilan grup karboksil asam amino, memecah asam lemak ranti panjang jadi asam ranti pendek dan menghasilkan asam asetat sebagai produk akhir. Tahap ketiga adalah pembentukan biogas dari asam asetat lewat fermentasi oleh bakter metanogenik. Salah satu bakteri metanogenik yang banyak didapat di lumpur adalah methanobachillus omelianskii. Metabolisme anaerobik selulosa melibatkan reaksi komplek dan prosesnya lebih sulit daripada reaksi anaerobik bahan-bahan organik lain seperti karbohidrat, protein dan lemak3.Fase yang penting dalam pembentukan gas metana adalah fase metanogenesis, pada fase ini bakteria acetoclastic methanogenic mengkonversi senyawa alkohol, asetat, hidrogen H2 dan karbodioksida CO2 menjadi mentana CH44. Pada umumnya biogas terdiri atas gas metana CH4 50% sampai 70%, gas karbon dioksida CO2 30% sampai 40%. Hidrogen H2 5% sampai 10 % dan gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit 5,6.Biogas memiliki berat kurang lebih 20% lebih ringan dibandingkan udara dan bersuhu pembakaran antara 650 sampai 750oC. Biogas tidak berbatu dan berwarna, dan apabila dibakar akan menghasilkan nyala api biru cerah seperti gas LPG. Nilai kalor gas metana adalah 20 MJ/m3 dengan efisiensi pembakaran 60% pada konvensional kompor biogas5. Bakteri MetanogenikBakteri Metanogenik atau metanogen adalah bakteri yang terdapat pada bahan bahan organik dan menghasilkan metan dan gas gas lainnya dalam proses keseluruhan hidupnya pada keadaan anaerobik. Organisme hidup ini mempunyai kecenderungan untuk menyukai kondisi tertentu dan peka pada iklim mikro dalam pencerna. Terdapat banyak spesises dari hemanogen dan variasi sifat-sifatnya. Variasi sifat-sifat biokimia ini menyebabkan produksi biogas juga bervariasi7. Bakteri metanogenik dibandingkan dengan bakteri-bakteri pembentuk asam lainnya berkembang lambat dan sensitif terhadap perubahan mendadak pada kondisi kondisi fisik dan kimiawi. Sebagai contoh, penurunan 2oC secara mendadak pada slurry mungkin secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhannya dan laju produksi gas8. Febijanto I, 2010 463Pembentukan gas ini dapat terjadi diantara suhu 4-60oC, dan dalam suhu konstan. Pada suhu optimum bakteri akan menghasilkan enzim lebih penghasil metana/bakteri metanogenik ini juga sensitih terhadap perubahan pH. Perubahan Aktivitas metanogenik ini berubah menjadi aktif pada pH antara 7 - 89, sedangkan pH optimum untuk jenis bakteri ini adalah 6,4-7,4 10. Proses anaerobik pada pengolahan air limbah kelapa sawit untuk menghasilkan gas metana, terdiri daru dua tahap, yaitu tahap pembentukan asam dan tahal pembentukan metana. Dimana pengaturan pH sangat penting pada proses awal. pH pada kondisi awal 7, akan memberikan peningkatan laju produksi biogas lebih baik dibandingkan dengan konsis pH yang lain11 . Pengambilan Sample Air Limbah dan Analisa CODPengambilan sample air limbah untuk analisa COD Chemical Oxygen Demand dilakukan di inlet dan outlet kolam anaerobik. Analisa COD dilakukan untuk memprediksi jumlah gas metana yang dihasilkan dari hasil pemrosesan dekomposisi zat organik pada kolam anaerobik. Korelasi linier dari penurunan COD dengan peningkatan gas metana yang dihasilkan di kolam anaerobik telah ditunjukkan dengan jelas oleh penelitian sebelumnya 12. Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand COD yang digunakan saat ini adalah metoda yang menggunakan oksidator luas, Kaliom bikormat, CaCr2, asam sufat pekat dan perak sulfa sebagai katalis. Sedangkan metodologi pegukurannya terdiri dari seperti di bawah ini 13, yaitu a. SNI - refluks tertutup secara spektrofotometrib. SNI - refluks tertutup secara titimetric. SNI - refluks terbuka secara titrimetrid. SNI refluks terbuka secara spektrofotometriPengukuran COD dari kolam limbah PKS Sei Silau dilaksanakan di laboratorium Suconfindo yang menggunakan cara SNI - refluks terbuka secara Pemanfaatan Sebagai Sumberdaya EnergiPemanfaatan gas metana sebagai energi pada dasarnya belum banyak diimplementasikan. Selain kendala investasi juga kendala teknologi menjadi kendala yang umum. Gas metana yang berasal dari kolam dapat diinjeksikan kedalam biogas engine atau ke dalam boiler sebagai bahan bakar pengganti dari fiber maupun cangkang. Pemanfaatan gas metana dari kolam limbah di PKS belum banyak dilakukan di Indonesia, tetapi sudah banyak diimplementasikan di Malaysia, sebagai proyek CDM 14. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Pemanfaatan gas metana di kolam limbah baik itu sebagai energi atau pun dibakar saja, dapat dimasukkan sebagai usaha untuk mengurangi efek GRK. Pengurangan emisi terjadi ketika gas metana dibakar, dan diubah menjadi karbondioksida, CO2. Gas CO2 termasuk GRK, akan tetapi mempunyai daya rusak 1/21 lebih kecil dari CH4. Sehingga konversi CH4 ke CO2 merupakan pengurangan dampak penangkapan gas metana dari kolam limbah PKS, untuk dimanfaatkan sebagai energi maupun dibakar saja, secara teoritis bukan merupakan hal baru. Hanya karena membutuhkan biaya yang besar, teknologi tersebut tidak banyak Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474 464diimplementasikan, karena membutuhkan biaya yang besar, dan dapat menjadi beban bagi perusahaan. Dengan adanya mekanisme CDM yang memberikan insentif terhadap proyek-proyek yang mengurangi emisi Gas Rumah Kaca GRK, aplikasi teknologi ini mulai Mekanisme Clean Development Mechanism CDMMekanisme Clean Development Mechanism CDM adalah suatu mekanisme yang merupakan komitmen dunia international untuk mengurangi Green House Gas GHG, seperti gas CO2, N2O, CH4, dsb. GHG ini merupakan penyebab dari pemanasan global. Melalui mekanisme CDM, negara maju yang tergabung dalam ANNEX I bersama negara-negara berkembang untuk bekerja sama mengurangi emisi gas rumah program CDM bagi negara berkembang antara lain adalah a. Adanya aliran investasi asing, yang dapat membantu kelancaran finansial Keikutsertaan investor asing dalam proyek dapat memperkecil resiko bagi pengembang Ada n y a kemungki n a n transfer teknologi, yang dapat membantu perkembangan teknologi Jika pendanaan melalui pinjaman bank asing, biasanya akan mendapatkan bunga yang rendah dari keuntungan-keuntungan yang ada, keuntungan mendapatkan finansial atau adanya investasi asing merupakan hal yang menarik dari program CDM bagi pengembang lokal. Bagi negara maju, program CDM mer u paka n car a pen guran g an emisi gas rumah kaca yang dapat dilakukan dengan biaya murah dibandingkan dengan pelaksanaan di negaranya CDM sendiri mempunyai pr osedur y ang sudah dit entuk an oleh UNFCCC United Frameworks for Convention Climate Change. Prosedur tersebut harus dilakukan agar suatu proyek dapat diakui secara resmi oleh UNFCCC, selaku badan yang memberikan sertifikat terhadap sebuah proyek CDM. Prosedur tersebut ditunjukkan dalam gambar langkah yang dilakukan dalam proses administrasi CDM, dapat memakan waktu lebih dari satu tahun. Intinya perlu dilakukan klarifikasi terhadap pelaksanaan proyek CDM apakah pengurangan CO2 terjadi dengan pasti, dan klarifikasi methodologi perhitungan bisa dipertanggungjawabkan. Pemanfaatan mekanisme CDM, dapat mengurangi resiko ketidaklayakan secara ekonomis suatu proyek yang memakai energi terbarukan. Pemasukan dari penjualan kredit karbon dapat menjadi pemasukan tambahan selain pemasukan dari penjualan listrik. Rata rata hasil dari penjualan kredit karbon ini dapat menambah nilai IRR sebanyak 1-2% dan dapat meningkatkan gross keuntungan sebesar 10-20%Project Design 1Pre-validationProject Design 2ValidationRegistrationMonitoringVerificationCertificationIssuance of CER EBDOEDOEPPExecutife Board EBDOEPPDesignated Operating Entity DOEProject ParticipantPPl Provision of Draft Project Design Documentl Check of Draft Project Design Documentl Application for Approval by the Countries Concernedl Submission of Approval in Written form to DOEl Completion of Project Design Document PDDl Check of Validation Requirement including PDDl Invitation of Public Commentsl Issuance of Validation Reportl Review of Validation Reportl Registration of CDM Project Activityl Implementation of the Project and Monitoringl Provision of Monitoring Reportl Inspection of Monitoring Process & Resultl Provision of Verification Reportl Making Verification Report Publicly Availablel Provision of Certification Reportl Making Certification Report Publicly Availablel Decision of CER Issuancel Issuance of CER by CDM Registry AdministratorGambar 3 Proses adminstrasi CDMFebijanto I, 2010 4652. Pemilihan LokasiKapasitas produksi PKS Sei Silau relatif tinggi dan stabil dibandingkan PKS lain milik PTPN3, sehingga menjadi pilihan obyek studi. PKS ini terletak di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, berlokasi di koordinat, 2° 54' 7,50" Lintang Selatan dan 99° 30' 30,30" Bujur Rasio Air LimbahRasio air limbah untuk tiap ton Tandan Buah Segar TBS yang diproses berkisar antara 0,55 – 0,65 m3/ton15. Dari perbandingan PKS di Malaysia 5 PKS, di Indonesia 3 PKS dan di Thailand 1 PKS, didapatkan rata-rata perbandingan antara volume limbah cair terhadap 1 ton TBS, yaitu 54,8%16. Berdasarkan pertimbangan konservatif, perbandingan air limbah per satu ton TBS pada studi ini diambil 54,8%. Pengukuran Kualitas AirPengukuran kualitas air digunakan parameter COD. Dari selisih nilai COD air limbah yang sudah diproses dan telah diproses dapat dihitung jumlah gas metana yang dihasilkan dari air limbah. Pengukuran COD ini diakukan di laboratorium Sucofindo, Medan. Pengambilan sample air untuk pengukuran COD dilakukan 10 hari diambil di tiap inlet dan outlet kolam anaerobik. Sample dimasukkan ke dalam botol plastik gambar 4 kemudian dimasukkan ke dalam cooler box untuk dibawa ke 5 menunjukkan sistem aliran air di PKS Sei Silau, dimana dari cooling pond air dialirkan secara pararel, dan dari kolam akhir air disirkulasikan ke kolam anaerobik 1 dan 2. Pengambilan COD dilaksanakan di inlet dan outlet masing-masing kolam anaerobik 1 dan 4 Pengambilan Sample Air Limbah untuk Pengukuran Potensi Produksi Gas MetanaGambar 5 Lay out kolam limbah PKS Sei SilauPotensi produksi gas metana atau Baseline emission dari proyek penangkapan gas metana pada sistem pengolahan limbah air dapat ditunjukkan dengan persamaan Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474 466pada Approved Methodology version 13”Methane recovery in waste treatment” 17 1 Perhitungan Gas Metana Perhitungan potensi gas metana ditentukan melalui metodologi UNFCCC. Nilai parameter untuk COD, didapat dari hasil rata-rata nilai COD dari pengukuran selama 10 hari berturut turut. BEy t-CO2-e/yr = {BEpower,y + BEww,treatment,y + BEs,treatment,y + BEww,discharge,y + BEs,nal,y}……….1dimana, BEy emisi baseline pada tahun y t-CO2BEpower,y emisi baseline dari listrik atau kebutuhan bahan bakar pada tahun y t-CO2BEww,treatment,y emisi baseline dari pengolahan limbah cair t-CO2BEs,treatment,y emisi baseline dari pengolahan sludge/lumpur t-CO2BEww,discharge,y emisi baseline dari pembusukan karbon organik dari hasil pengolahan limbah cair yang dibuang ke sungai/ lautt-CO2BEs,nal,y emisi baseline dari pembusukan an organik lumpur t-CO2Pada proyek ini, listrik yang dipakai untuk menjalankan proses pengolahan limbah cair menggunakan bahan bakar biomasa serabut dan cangkang yang diambil dari limbah pembuatan CPO di pabrik, sehingga energi listrik yang dihasilkan tidak menghasilkan emisi, maka BEpower,y = 0. Pengolahan sludge/lumpur pada proyek ini tidak mengalami perubahan dengan adanya proyek ini, dimana lumpur diambil dari kolam an aerobik secara berkala untuk menjaga kualitas air yang dikeluarkan ke areal perkebunan, sehingga dalam proyek ini BEs,treatment,y= proyek ini, limbah air yang keluar dari kolam an aerobic diolah dengan baik di kolam aerobic, maka BEww,discharge,y = 0. Dan karena lumpur digunakan sebagai pupuk/soil application maka BEs,final,y = 0. Dengan kondisi proyek seperti itu, maka persamaan baseline dalam kegiatan proyek ini menjadi, BEy = BEww,treatment,y= Qww,i,y x CODremoved,i,y x MCFww,treatment,BL,i x Bo,ww x UFBL x GWPCH4…………………………….2dimana,Qww,i,y Jumlah limbah air t/m3CODremoved,i,y Nilai COD yang terambil/ Koreksi factor gas metana untuk baseline pengolahan limbah air, kolam an aerobik dalamBo,ww Kapasitas produksi gas metana pada limbah air, kg CH4/kgCOD UFBL Faktor koreksi model untuk perhitungan ketidakpastidak mode, Potensi emisi gas metntana pada sistem pengolahan limbah air yang dilengkapi sostem penangkap gas bio, 212 Emisi Proyek Emisi proyek yang dihasilkan dari kegiatan proyek ini dihitung berdasarkan metodologi pada dengan persamaan sebagai berikut Febijanto I, 2010 467PEyemisi proyek pada tahun y t-CO2PEpower,y emisi proyek dari listrik atau kebutuhan bahan bakar pada tahun y t-CO2PEww,treatment,y emisi gas metana dari sistem pengolahan limbah air yang diakibatkan kegiatan proyek dan tidak dipasang penangkap gas, pada tahun y t-CO2PEs,treatment,y emisi gas metana dari sistem pengolahan lumpur yang diakibatkan kegiatan proyek dan tidak dipasang penangkap gas, pada tahun y t-CO2PEww,discharge,y emisi proyek dari pembusukan karbon organik dari hasil pengolahan limbah cair pada tahun yt-CO2PEs,nal,y emisi proyek dari pembusukan an aerobik dari hasil akhir lumpur pada tahun y t-CO2PEfugitive,y emisi proyek dari biogas yang terlepas dari sistem penangkapan pada tahun yt-CO2PEbiomass,y emisi gas metana dari penyimpanan biomasa pada kondisi an-aerobik t-CO2PEaring,y emisi gas metana dari ketidaksempurnaan pembakaran pada tahun y t-CO2PEy = PEpower,y+PEww,treatment,y+PEs,treatment,y+ PEww,discharge,y +PEs,final,y+PEfugitive,y+PEbiomass,y+PEflaring,y …….3dimana,PEpower,y terdiri dari emisi proyek yang berasal dari kebutuhan listrik dan konsumsi bahan bakar fosil, seperti ditunjukkan dalam versi 13. Untuk emisi GRK dari konsumsi listrik ditentukan dalam versi 15, dan emisi GRK dari konsumsi bahan bakar fosil ditentukan dengan emisi factor dari bahan bakar proyek ini akan dikonsusmi listrik dan konsumsi bahan bakar fosil. Emisi GRK dari kedua konsumsi tersebut dihitung seperti di bawah ini. PEpower,y = PEelectricity,PJ,y + PEfossilfuel,PJ,y…….4dimanaPEelectricity,PJ,yEmisi CO2 dari konsumsi listrik dari aktivitas proyek pada tahun y tCO2e/thnPEfossilfuel,PJ,yEmisi CO2 dari konsumsi bahan bakar dari aktivitas proyek tahun y tCO2e/thnPEelectricity,PJ,y = ECPJ,y * EFelectricity,CO2…………5dimanaECPJ,yJumlah konsumsi listrik pada aktivitas proyek tahun y kWh/thnEFelectricity,CO2Emisi factor CO2 pada proyek tCO2e/kWhPada proyek ini tidak terkoneksi dengan jaringan listrik PLN dan listrik yang dihasilkan berasal dari pembangkit bahan bakar biomasa dan mesin diesel. saat pembangkit biomasa tidak beroperasi. Kedua jens pembangkit tersebut milik PKS. Emisi Faktor CO2 berdasarkan versi 13 dan versi adalah sebagai berikut EFelectricity,CO2 = …………………………………………………..Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474 468DimanaEFelectricity,CO2Emisi Faktor CO2 di lokasi proyek tCO2e/kWhEGbiomass,yJumlah listrik yang dibangitkan oleh pembangkit biomasa pada tahun y kWh/thnEFelectricity,CO2,biomassEmisi Faktor CO2 dari pembangkit biomasa pada tahun y kgCO2e/kWh. Menurut AMS III. H ver 13 nilainya adalah listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit bahan bakar fosil pada tahun y kWh/thnEFelectricity,CO2,fossilEmisi Faktor CO2 dari pembangkit biomasa pada tahun y kgCO2e/kWh. Berdasarkan AMS ver 15, nilainya adalah 0,8 jika kapasitas > 200 kW. Pada proyek ini EFCO2 sangat kecil karena listrik yang dikonsumsi sebagain besar dibangkitkan oleh pembangkit bahan bakar biomasa. Jumlah listrik pada tahun 2008 adalah sebagai berikut, kWh/thn dibangkitkan oleh pembangkit bahan bakar biomasa dan kWh/thn oleh pembangkit bahan bakar fosil diesel. Sehingga EF dapat dihitung sebagai berikut ,electricityfossil,biomassCO2,y ,electricitybiomass,G EG EF EG EF EG E++××6Total jumlah listrik yang dibutuhkan dalam pada proyek ini, ECPJ,y adalah 68MWh/thn, dengan rincian sebagai berikut a. Pompa penyalur 1,5 kW/unit x 2 unit/kolam x 2 kolam = 6,0 kWb. Pompa pengaduk 0,4 kW/unit x 2 unit/kolam x 2 kolam = 1,6 kWc. Cerobong untuk flaring system x 1 unit/site = konsumsi listrik adalah kW x 24 hours x 365 days = 68,328kWh/thn. Emisi CO2 dari konsumsi listrik pada proyek PEelectricity,PJ,y adalah sangat kecil, yaitu ;PEelectricity,PJ,y = ECPJ,y x EFelectricity,CO2 = 68, = tCO2e/thnKarena jumlah emisi CO2 pada konsumsi listrik di proyek ini sangat kecil dibanding total emisi CO2 yang dikeluarkan oleh proyek, maka dapat diabaikan PEpower,y=0.PEfossilfuel,PJ,y, adalaIah emisi GRK yang berasal dari pembakaran ELPIJI untuk mendukkung pembakaran gas pada system flaring. Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan di bawah ini. PEfossilfuel,PJ,y = FCLPG,y x x HVLPG............................................................................................7dimanaEFelectricity,CO2 = 4,278,013*0+10,550* CO2 emission dari konsumsi bahan bakar fosil pada tahun y tCO2e/thnFCLPG,yKonsumsi ELPIJI pada tahun y tLPG/thnEFLPG,combustEmisi factor CO2 dari pembakaran gas ELPIJI kgCO2/TJHVLPG Nilai kalor gas ELPIJI E LPG, I, 2010 469Proses pengolahan limbah cair secara an aerobik pada aktivitas proyek ini adalah sama dengan kondisi sebelum proyek baseline, sehingga kualitas air yang diolah/nilai COD Chemical Oxygen Demand limbah air setelah melewati kolam an aerobik pada saat sebelum proyek dan sebelum proyek adalah sama, maka dalam perhitungan ini dapat dianggap PEww,discharge,y=0. Lumpur/sludge dari kolam an aerobik diambil secara periodik untuk menjaga kulitas proses pengolahan air dan mencegah pendangkalan kolam. Lumpur diambil dari kolam, dikeringkan dengan sinar matahari dan kemudian dibuang ke lahan perkebunan terdekat sebagai pupuk, sehingga PEs,final,y=0. Dengan tidak adanya pengolahan lumpur maka pada emisi pada kegiatan tersebut tidak ada, dan tidak ada nilai PEs,treatment,y. Karena tidak ada biomasa yang disimpan dibawah kondisi an-aerobik, maka tidak ada nilai PEbiomass, kondisi aktivitas proyek seperti di atas maka persamaan 4 menjadi,PEy = PEww,treatment,y + PEfugitive,y + PEflaring,y .……………………………………………8PEfugitive,y = PEfugitive,ww,y + PEfugitive,s,y………9karena pada proyek ini tidak ada sistem pengolahan sludge, maka, nilai PEfugitive,s,y tidak ada, sehingga,PEfugitive,y = PEfugitive,ww,y……………………10PEfugitive,ww,y = 1-CFEww x MEPww,treatment,y x GWPCH4…………………………………………………………………….11dimana,CFEww Esiensi pengkapan dari fasilitas penangkapan gas pada sitem pengolahan limbah, Potensi emisi gas metntana pada sistem pengolahan limbah air yang dilengkapi sistem penangkap gas bio, 21Potensi gas metana yang dihasilkan dari limbah cair dari kolam an aerobik dinyatakan dalam persamaan di bawah ini,MEPww,treatment,y = Qww,y x Bo,ww x UFPJ x CODremoved,PJ,k,y x MCFww,treatment,PJ,k……….............................….12dimana,Qww,y Jumlah limbah air t/m3Bo,ww Kapasitas produksi gas metana pada limbah air, kg CH4/kgCODUFPJ Faktor koreksi model untuk perhitungan ketidakpastidak model, COD yang terambil/ kolam anaerobic dalamPEflaring,y = TMRG,h x x GWPCH4/1000………………………………...13dimana jumlah massa gas metana yang mengalir pada aliran gas bio pada fasilitas pembakaran/flaring dianggap sama dengan jumlah massa gas metana yang dihasilkan kolam an aerobik setelah dikurangi jumlah gas metana yang terlepas pada dari sistem penangkapan gas, TMRG,h x GWPCH4/1000 ≒ MEPww,treatment,y x GWPCH4 - PEfugitive,ww,y………...………………………….14TMRG,h Jumlah massa gas metana pada aliran gas bio buang kg/hSehingga persamaan 13 dapat dirubah menjadi persamaan di bawah ini,PEflaring,y=MEPww,treatment,yxGWPCH4 Efugitive,ww,y…………………………………………………………………………………………..15Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474 4703 Kebocoran/LeakagePada proyek ini, instalasi sistem penangkapan dan pembakaran gas metana merupakan sistem/peralatan yang baru sehingga, kebocoran/leakage dianggap nol, LE= Pengurangan Emisi Emission ReductionPengurangan emisi dari skenario proyek ini adalah sebagai berikutERy,ex ante= BEy,ex ante + B Ey, electricity – PEy,ex ante + LEy,ex ante.…………………………………16persamaan 16 dapat dirubah menjadi, ERy,ex ante= BEww,treatment,y + BEy, electricity – PEww,treatment,y + PEfugitive,y + PEflaring,y.………...17 Keekonomian ProyekDiasumikan untuk proyek CDM diskenariokan bekerjasama dengan pihak pembeli, dimana biaya pengurusan administrasi ditanggung oleh pihak pembeli. Pemilik dari lahan dan limbah cair , PKS Sei Silau tidak mengeluarkan biaya untuk investasi, berkewajiban hanya menyediakan limbah dan lahan untuk proyek ini saja. Harga CER Credit Emission Reduction diasumsikan 18 atau 27,52 USD/t-CO2 .Nilai investasi untuk flaring gas system berikut covering sheet untuk dua kolam anaerobic seluas masing masing x 40 m2, dan biaya operasional meliputi maintenance alat, gaji pegawai dan biaya verifikasi tiap tahun diasumsikan di table 2 Parameter KeekonomianINVESTASI BIAYAaring system+ methane gas capture+ CDM procedure USDO&M BIAYAFlaring system USDVerikasi proyek CDM USD3. HASIL DAN Pengukuran Air LimbahPada PKS Sei Silau, total jumlah TBS olah pada tahun 2008 adalah ton, = + 13,590,4 8,566,9 + 2,771,52 2+= – = mg/ltr= 0,01491 ton/m3Rentang reduksi COD di kolam anaerobik 1 dan 2, selama 10 hari berturut-turut berkisar antara 46,1%-85,3%, dan rata-rata reduksi COD pada kolam 1 dan 2, masing-masing adalah 68,9% dan 79,6%. Total reduksi rata-rata untuk kedua Febijanto I, 2010dengan rasio air limbah per ton TBS adalah 54,8%16, maka jumlah air limbah pada tahun itu adalah ton. Air sirkulasi dihitung dari kapasitas pompa dalam setahun adalah ton. Sehingga total debit air limbah yang masuk ke dalam kolam adalah Hasil Pengukuran CODHasil pengukuran COD dan pH selama 10 hari berturut-turut, dengan lokasi pengukuran pada tanda bulat di kedua inlet pada kolam an-aerobik 1 dan 2 gambar 8, ditunjukkan pada tabel 3 dan 4. Air limbah pada PKS Sei Silau ini dialirkan ke kolam anaerobik secara hasil pengukuran COD seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1 dan 2, COD yang menuju ke kolam anaerobik 1 lebih tinggi dibandingkan yang menuju ke kolam anaerobik nilai rata-rata data COD selama 10 hari, di kedua inlet kolam anerobik 1 dan 2 diambil rata-ratanya dengan hitungan sebagai berikut. . 471Tabel 3 Data COD dan pH dari kolam 1hari COD inlet pH inlet COD outlet pH outlet1 30, 7, 28, 8, 30, 7, 29, 7, 29, 8, 23, 10, 25, 8, 26, 7, 20, 10, 31, 8, 4 Data COD dan pH dari kolam 2hari COD inlet pH inlet COD outlet pH outlet1 19, 2, 13, 2, 10, 2, 17, 2, 14, 2, 7, 2, 8, 2, 18, 2, 7, 2, 16, 2, rasio reduksi COD dari inlet dan outlet kolam anaerobik, kemungkinan terjadi dikarenakan kolam anaerobik di PKS Sei Silau relatif dangkal. Secara disain kedalaman kolam adalah 5 m, tetapi pada kenyataannya menumpuknya sludge di kolam tidak secara periodik dikeluarkan dari kolam, maka kedalaman menjadi lebih dangkal. Berdarkan laporan staf lapangan PKS Sei Silau, kedalaman kolam tidak lebih dari 2 m. Pendangkalan ini menyebabkan terjadinya waktu tinggal air limbah menjadi lebih pendek, sehingga mengurangi waktu dekomposisi zat COD di saluran input kolam anaerobik, nilainya relatif rendah dibandingkan dengan beberapa referensi yang ada. Pengukuran COD untuk proyek CDM di PKS Perlabian, Sumatera Utara menunjukkan angka ton/m3 19, dan 0,055410 ton/m3 dan 0,07256 ton/m3pada proyek CDM yang lain di PKS Ulu Kanchong, Malaysia20, dan Sabah15. Dari suatu penelitian terkait nilai COD dari 30 PKS di Indonesia dan 40 PKS di Malaysia, ditunjukkan bahwa rata rata COD di Indonesia berkisar dari mg/l, dengan rata rata mg/l, sebagai perbandingan di Malaysia berkisar antara mg/l, dengan rata-rata mg/l. Target pengukuran COD ini hanya dikhususkan pada PKS yang menggunakan Centrigue Waste, dimana kondisi ini sama dengan kondisi PKS Sei Silau yang tidak memiliki sistem pemisahan antara limbah padat dan Dari data tersebut di atas, nilai COD di PKS Indonesia, rata -rata lebih rendah 35,2% dibandingkan MalaysiaDari hasil pengukuran di studi ini, nilai COD rata rata dari kedua anaerobik pond adalah mg/l, dengan rasio reduksi COD rata-rata adalah 72,5%. Rendahnya nilai COD pada pengukuran di studi ini, didukung dengan nilai pH pada inlet kolam anaerobik yang berada di bawah pH=7. pH pada inlet di kolam anaerobik 1 dan 2 rata-rata adalah 5,34 dan 6,12. Dimana dalam kondisi pH ini proses bakteria metnogenik tidak optimum. Bakteri metanogenik akan menghasilkan gas metana secara aktif pada pH antara 7 dan 821,9,11 , sedangkan pH optimum berkisar pada 6,4-7,410. Outlet dari kedua kolam anaerobik untuk kolam 1 dan 2 adalah 7,27 dan 7,33. Kondisi pH pada outlet menyatakan bahwa proses pembentukan gas metana terjadi. Tetapi dengan kondisi inlet pH yang Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474kolam anaerobik tersebut adalah 72,5%. Reduksi ini masih relatif rendah dibandingkan hasil pengukuran yang dilakukan Hayashi, dimana kolam anaerobik dapat mengurangi COD sebesar 472tidak berada dalam pH optimum bakteri metanogensis untuk menghasilkan gas metana, maka proses yang terjadi di kolam anaerobik disimpulkan tidak dapat terjadi secara optimum. Rendahnya nilai COD ini dapat terjadi karena adanya volume air yang masuk ke dalam air limbah secara berlebihan. Dari pengamatan di lapangan, air cucian minyak di sekitar Screw Press dan Clarifier Oil Tank, dibuang ke dalam parit yang bersatu dengan air limbah. Pencucian di sekitar kedua alat tersebut diperlukan karena adanya kebocoran minyak. Kebocoran minyak ini perlu dibersihkan untuk menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan kerja pabrik. Kondisi kebocoran ini tidak terjadi di PKS di Malaysia, sehingga kondisi ini merupakan jawaban dari penyebab rendahnya COD di PKS di Indonesia dibandingkan di Pemanfaatan Gas MetanaDari hasil data dan potensi sumber gas metana dihitung dengan menggunakan persamaan di Jumlah gas metana yang dihasilkan dari dua kolam anaerobik tiap tahun adalah t-CH4/tahun atau t-CO2/ Pengurangan Emisi GRKJika proyek ini dimasukkan ke dalam proyek CDM, dengan skenario flaring, atau pembakaran gas metana saja. Maka proyek ini mempunyai arti sebagai proyek yang berkontribusi terhadap pengurangan GRK, dengan cara penangkapan dan pembakaran gas metana. Aktifitas dari proyek ini kemudian jika disertifikatkan kepada badan PBB yang mengurusi pengurangan GRK, sebagai sebuah proyek CDM. M aka proyek ini akan mendapatkan pendapatan dari hasil penjualan sertifikat proyek belum dilaksanakan kolam anaerobik 1 dan 2 mengeluarkan emisi, BEy = BEww,treatment,y , sebesar t-CO2/tahun. Dan ketika proyek ini berjalan proyek akan menghasilkan emisi yang merupakan penjumlahan dari, PEy = PEww,treatment,y + PEfugitive,y + PEflaring,y atau t-CO2/ begitu proyek ini dapat mereduksi emisi CO2 sebesar t-CO2/thn = - Proyek CDMSebagai proyek CDM, emisi GRK yang didapat dapat disertifikatkan, dan jika sertifikasi proyek dapat disetujui oleh UNFCCC. Proyek baru bisa mendapatkan pendapatan dari CER setelah dilakukan verifikasi oleh pihak ke tiga 6 bulan atau 12 bulan proyek berjalan. Analisa Keekonomian Pendapatan dari proyek ini, hanya berasal dari penjualan CER Credit Emission reduction, tanpa adanya pendapatan dari CER maka proyek ini tidak layak secara keekonomian, karena tidak adanya CER bergantung kepada besarnya emisi GRK yang dikurangi selama proyek berjalan dalam setahun, selama 7 tahun. Proyek ini dapat mengurangi emisi GRK sebanyak t-CO2/tahun. Dengan asumsi harga CER adalah maka pendapatan yang didapat dari CER per tahun adalah USD Dengan memperhitungkan nilai investasi dan biaya operasional seperti ditunjukkan di tabel 4, maka nilai IRR dari proyek ini adalah Bunga pinjaman rata rata bank menurut Bank Indonesia pada awal tahun 2010 adalah sekitar 20% 22 maka proyek ini dapat dinilai sangat I, 2010 4734. KESIMPULANDari hasil survei ditemukan, bahwa potensi gas metana pada kolam limbah berkaitan erat dengan selisih COD Chemical Oxygen Demand yang berkurang di inlet dan outlet kolam COD pada PKS Sei Silau relatif rendah dibandingkan dengan nilai COD dari PKS di negara lain. Rendahnya nilai COD ini dikarenakan adanya pencampuran air buangan yang berasal dari proses pencucian dan proses lain di dalam pabrik ke dalam saluran pembuangan air limbah., yang mengakibatkan pencairan air proyek CDM, proyek pemanfaatan gas metana dari dua kolam anaerobik di PKS Sei Silau merupakan proyek yang layak secara keekonomian. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih ditujukan kepada Manager Pabrik PKS Sei Silau, PTPN 3, Bapak Herbert yang telah membeirkan kesempatan untuk melakukan analisa dan observasi serta pengumpulan data di PUSTAKA1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. 28 tahun 2003, tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan Kelapa Rachmawan Budiarto, Potensi Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit, BSS_325_1_1-6, Ali Akbar, Biological Treatment of Palm Oil Mill Effluent POME using an Up-Flow Anaerobic Sludge Fixed Film UASFF Bioreactor, thesis for degree of Doctor of Philosophy, Abdullah, K., Abul Kohar Irwanto, Ni rwa n Si regar, En dah A gus tina, Armansyah H. Tambunan, M. Yasin, Edy Hartulistyono, Y. Aris Purwanto, 1991. Energi dan Listrik Pertanian, JICA-DGHE/IPB Project/ADAET, JTA-9a 132.6. Yadava, and Hesse, 1981. The development and Use of Biogas Technology in Rural Area of Asia A Status Repoert 1981. Improving Soil Fertility through Organic Recycling, FAO/UNDP Regional Project RAS/75/004, Project Field Document No. Teguh Wikan W, N. Ana dan R. Elita, Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian Untuk Energi Biogas”,20078. Gunnerson, and Stuckey, 1986, Anaerobic Digestion ”Principles and Practices for Biogas System. The Worl Bank Washington, Sosnowski, P., A, Wieczorek , & S. Ledakowicz, “Anaerbobic co-digestion os sewage sludge and organic fraction of municipal solid wastes, Adv, Environ Res, 2003. 73, pp. Renita Manurung, Proses Anaerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Li mba h Sawit,e-USU Repository, Univeristas Sumatera Utara, Mahajoeno, Edwi, Lay, Bibiana Widiati, Sutjahjo, Suryo Hadi, dan Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Jurnal Bioversitas Volume 9 No. Cassidy, Hirl and E. Belia, Pemanfaatan Potensi Gas,... Ling. 11 3 459-474 474Methane production from ethanol anaerobics SBRs, Water Science & Technoloogy-WST, 58-4, 2008, pp. Project Design Document of Solids Separation of POME and co-composting project, Sabah,200716. K., Hayashi, Environmental Impact of Palm Oil Industry in Indonesia, Proceeding of International Symposium on Eco Topia Science 2007, ISETS07 200717. “Approved small-scales methodologies”, Cristian Retamal, Understanding CER price volatility, Carbon Management Consulting Group, Latin Carbon Forum, Panama, June 25 2009Febijanto I, 201019. Project Design Document of Methane Recovery in Wastewater Treatment, Project AIN07-W-05, Sumatera Utara, Indonesia, Ver. 1, 14 November Project Design Document of Methane Recovery in Wastewater Treatment, Biogas Recovery at Ulu Kanchong Palm Oil Mill, 15 January Tajaradin, dan N. Ismail, Relationship between Methane Production and Chimica, Oxygen Demand COD in Anaerobic Digestion of Food Waste, International Conference on Construction and Building Technology ICCBT-D-03, Jakarta Post, 19 Maret 2010 ... Rata-rata penurunan nilai kualitas air limbah untuk parameter COD di Tahun 2019 adalah sebesar mg/L dengan rata-rata persentase penuruanan nilai COD COD removal sebesar 92,00%, dengan nilai persentase penurunan tertinggi terdapat pada Bulan September yaitu sebesar 97,53% dan nilai persentase penurunan terendah pada Bulan Januari yaitu sebesar 77,78%. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Hayashi dalam Febijanto 2010, bahwa penurunan nilai COD pada kolam anaerobik biogas dapat mengurangi COD sebesar 97,8%. Grafik penurunan nilai COD dapat dilihat pada Gambar 2. ...Antoni Antoni Yusni SiregarSuwondo SuwondoThe development of the palm oil industry in Indonesia is growing rapidly, including the increasing number of palm oil processing factories and their liquid waste which has an impact on increasing the amount of greenhouse gases through methane gas. This research was conducted to determine the strategy in utilizing the effluent palm oil mill as a sustainable energy source in the palm oil mill of PT. MSSP of Siak Regency. Utilization of palm oil mill effluent as biogas fuel is carried out using covered lagoon reactor pond technology and serves to reduce the emission value of 1, tons of CH4 during 2019 and to function in economic efficiency from the use of sustainable energy or biogas for companies by Rp. 8,109,598,450 and socially functioning for employees and the community around PT. MSSP is a positive perception, both in lightening the work of employees and reducing the will in community settlements. The strategy carried out in the utilization of palm oil mill effluent as a sustainable energy source at PT. MSSP aims at good and proper management and application. The strategy was formulated in the SWOT analysis by compiling strengths, weaknesses, opportunities and threats in the application of the utilization of palm oil mill effluent as a sustainable energy paper presents the results of investigation of methane fermentation of sewage sludge and organic fraction of municipal solid wastes OFMSW as well as the cofermentation of both substrates under thermophilic and mesophilic conditions. In the first experiment the primary sludge and thickened excess activated sludge were fed into a 40 dm3 bioreactor operated thermophilically. The second co-fermentation experiment was conducted with the mixture of sewage sludge 75% and OFMSW 25% in the same bioreactor arrangement. The other three experiments III and IV, V were carried out in quasi-continuous mode in two separated stages acidogenic digestion in the continuous stirred tank bioreactor under thermophilic conditions 56 °C and mesopholic methane fermentation 36 °C. The third experiment was conducted with the substrate-OFMSW only, in the fourth run sewage sludge from a municipal water treatment plant was used. In the fifth experiment a mixture of sewage sludge and OFMSW was used. In all experiments the following data were determined biogas content and productivity, pH, total suspended and volatile solids, elemental content C, H, N, S of sludge, OFMSW and inoculum, total organic carbon, total alkalinity and volatile fatty acid content. Comparing the elemental analysis of sewage sludge and OFMSW it is evident that N content is higher in the sludge than in the OFMSW, however, the carbon content relation is the opposite, which may be beneficial to methane yield of co-digestion. Methane concentration in the biogas was above 60% in all cases. Biogas productivity varied between and dm3/g VSSadd depending on substrate added to the digester. The obtained results are generally consistent with literature Treatment of Palm Oil Mill Effluent POME using an Up-Flow Anaerobic Sludge Fixed Film UASFF Bioreactor, thesis for degree of Doctor of PhilosophyAli AkbarAli Akbar, Biological Treatment of Palm Oil Mill Effluent POME using an Up-Flow Anaerobic Sludge Fixed Film UASFF Bioreactor, thesis for degree of Doctor of Philosophy, development and Use of Biogas Technology in Rural Area of Asia A Status Repoert 1981. Improving Soil Fertility through Organic Recycling, FAO/ UNDP Regional Project RAS/75/004L S YadavaP R HesseYadava, and Hesse, 1981. The development and Use of Biogas Technology in Rural Area of Asia A Status Repoert 1981. Improving Soil Fertility through Organic Recycling, FAO/ UNDP Regional Project RAS/75/004, Project Field Document No. Limbah Industri Pertanian Untuk Energi BiogasW Teguh WikanN Ana DanR ElitaTeguh Wikan W, N. Ana dan R. Elita, Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian Untuk Energi Biogas",2007Principles and Practices for Biogas System. The Worl BankC G GunnersonD C StuckeyGunnerson, and Stuckey, 1986, Anaerobic Digestion "Principles and Practices for Biogas System. The Worl Bank Washington, Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi BiogasEdwi MahajoenoBibiana LayWidiatiSuryo SutjahjoDan HadiSiswantoMahajoeno, Edwi, Lay, Bibiana Widiati, Sutjahjo, Suryo Hadi, dan Siswanto. 2008. Potensi Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit untuk Produksi Biogas. Jurnal Bioversitas Volume 9 No. production from ethanol anaerobics SBRsMethane production from ethanol anaerobics SBRs, Water Science & Technoloogy-WST, 58-4, 2008, pp. Impact of Palm Oil Industry in IndonesiaK HayashiK., Hayashi, Environmental Impact of Palm Oil Industry in Indonesia, Proceeding of International Symposium on Eco Topia Science 2007, ISETS07 2007Understanding CER price volatility, Carbon Management Consulting GroupCristian RetamalCristian Retamal, Understanding CER price volatility, Carbon Management Consulting Group, Latin Carbon Forum, Panama, June 25 2009
TeknologiPengolahan Limbah Cair dengan Sistem Kolam Stabilisasi Anaerob Baku mutu limbah cair yang diberlakukan pada limbah cair dari pabrik kelapa sawit adalah ditetapkan melalui Kepmen LH Nomor 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri. Selanjutnya pengukuran volume air limbah harus dilakukan setiap hari. Tabel 1.
Pabrik-pabrik kelapa sawit di Indonesia pada umumnya menerapkan sistem berbasis kolam untuk mengolah limbah cair yang dihasilkannya. Ini merupakan metode sistem tradisional yang bertujuan untuk menekan tingkat BOD sehingga mencapai baku mutu yang sudah ditetapkan sebelum limbah cair tersebut dialirkan/dibuang ke sungai. Prinsipnya adalah air limbah yang diterima akan langsung didinginkan menggunakan kolam atau menara pendingin. Rata-rata setiap pabrik kelapa sawit memiliki 20-30 kolam pengolahan limbah. Awalnya limbah akan mengalir ke kolam anaerobik lalu dilanjutkan menuju ke kolam aerobik. Ada pula pabrik yang mengarahkan limbah dari kolam anaerobik langsung ke kolam facultative. Beberapa pabrik juga akan mengolah limbah di dalam kolam anaerobik terlebih dahulu sebelum dialirkan ke kolam aerobik. Dari sini limbah kemudian dibuang ke badan sungai. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit sangat berbahaya karena tingkat BOD yang dimilikinya tinggi sekali mencapai mg/lt. Seharusnya baku mutu limbah PKS ini tidak boleh mengandung BOD lebih dari 250 mg/lt sesuai dengan Surat Keputusan Menteri KLH No. Kep. 3/MENKLH/II/91 tanggal 1 Februari 1991. Dibutuhkan biaya investasi yang tinggi untuk membangun instalasi pengolahan limbah sesuai baku mutu tersebut. Limbah cair PKS selama ini memang tidak memiliki nilai tambah. Limbah tersebut dibuang saja ke sungai. Padahal sebenarnya limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi atau bahan bakar sebab mengandung gas methana. Khusus untuk pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk, pengolahannya cukup sampai ke tingkat kolam primary anaerobic. Selanjutnya limbah bisa langsung dipakai untuk pupuk kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair menjadi pupuk dikenal dengan sebutan sistem land application. Di sini dibutuhkan proses pengolahan air limbah terlebih dahulu untuk menurunkan tingkat BOD di dalamnya dari mg/lt menjadi mg/lt. Dengan kadar BOD di kisaran ini maka air limbah dinilai sudah tidak mengakibatkan pencemaran lagi ke air tanah. Begitu pula dengan kandungan minyak dan zat padat terlarut di dalamnya sudah ditekan sehingga aman. Terdapat 4 macam teknik sistem land application pada pengolahan limbah cair kelapa sawit antara lain flad bed, furrow, long bed, dan sprinkler. Penggunaan masing-masing sistem ini bisa disesuaikan dengan kondisi lapangan, terutama topografi lahan. Lahan yang kondisinya datar bisa menerapkan sistem long bed atau sprinkler. Sedangkan untuk lahan yang berbukit-bukit sebaiknya mengaplikasikan sistem flat bed atau furrow. Pabrik kelapa sawit yang memiliki kapasitas 60 ton TBS/jam akan menghasilkan limbah sekitar 1200 m3/hari atau m3/tahun. Dengan menerapkan metode flad bed maka limbah ini bisa diaplikasikan menjadi pupuk untuk area perkebunan seluas 360 ha. Sedangkan dengan memakai metode long bed seluas 600 ha dan metode furrow seluas 240 ha. Tidak disarankan menggunakan metode sprinkler sebab kenyataannya pipa sprinkler sering tersumbat kotoran. Biaya pembangunan sistem land application untuk mengolah limbah kelapa sawit tidak jauh berbeda dengan biaya pembuatan kolam-kolam pada sistem tradisional. Tetapi untuk biaya operasionalnya akan memakan biaya yang jauh lebih besar. Walaupun begitu, sistem land application masih memberikan keuntungan berupa pupuk sehingga biaya untuk pembelian pupuk kelap sawit bisa dihemat semaksimal mungkin tanpa mengorbankan produktivitasnya. Selain manfaat berupa pupuk, penerapan sistem land application juga mempunyai manfaat lain seperti Memperbaiki kondisi struktur tanah Memperbaiki tingkat keasaman pH tanah Meningkatkan kapasitas pertukaran ton Meningkatkan pertumbuhan akar Meningkatkan kelembaban tanah Meningkatkan kandungan bahan organik Meningkatkan daya resap air ke dalam tanah Sistem land applicaion mempunyai manfaat yang begitu besar bagi perkebunan kelapa sawit. Namun pada prakteknya diperlukan pengawasan secara ketat supaya manfaat tersebut terus terjaga. Pengawasannya berupa pengolahan limbah di kolam primary anaerobic terlebih dulu untuk menurunkan tingkat BOD dari mg/lt menjadi mg/lt. Volume limbah yang diolah juga harus sesuai dengan rekomendasi. Disarankan untuk memindahkan lokasi pengolahan setiap tahun untuk menjaga manfaatnya.
N8Orp. x5x20vd4ab.pages.dev/271x5x20vd4ab.pages.dev/717x5x20vd4ab.pages.dev/366x5x20vd4ab.pages.dev/983x5x20vd4ab.pages.dev/261x5x20vd4ab.pages.dev/174x5x20vd4ab.pages.dev/821x5x20vd4ab.pages.dev/389
kolam limbah pabrik kelapa sawit